//

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN SAKSI PELAKU (JUSTICE COLLABORATOR) DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang AGUNG HIDAYATULLAH - Personal Name

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Agung Hidayatullah, 2018 Adi Hermansyah, S.H., M.H. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Justice collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerja sama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara pidana tertentu termasuk kasus narkotika. Namun perlindungan justice collaborator untuk membongkar dugaan tindak pidana narkotika masih relatif rendah di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaturan kedudukan saksi pelaku (justice collaborator) dalam tindak pidana narkotika di Indonesia dan bentuk ideal perlindungan hukum saksi pelaku (Justice Collaborator) dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia. Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari Undang-undang, buku-buku, jurnal-jurnal, teori-teori, artikel website, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah justice collaborator dan pelanggaran Undang-Undang Narkotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan justice collaborator dalam tindak pidana narkotika di Indonesia yaitu ia beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara dan yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, telah mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Model ideal perlindungan hukum justice collaborator dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia yaitu dapat menerapkan baik model hak-hak prosedural, model pelayanan, model persuasif, model perlindungan komprehensif, model penjatuhan pidana bersyarat, atau model perlindungan melalui teleconference. Disarankan model ideal perlindungan hukum bagi justice collaborator dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia pada masa mendatang hendaknya berorientasi pada model yang beorientasi pada penjatuhan pidana bersyarat dan perlindungan komprehensif dan LPSK memiliki kewenangan yang diperluas atau lembaga baru bersifat mandiri dan independen yang mengatur secara khusus tentang justice collaborator.

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH) (TRIA HUMAIRA, 2016)

KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN UPAYA PENANGGULANGAN (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI MEULABOH) (Aris Munanzar, 2019)

STATISTIK KRIMINAL TINDAK PIDANA NARKOTIKA TAHUN 2015-2018 WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR GAYO LUES (Elli Putri Wahyu, 2019)

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI HASIL PEREDARAN NARKOTIKA (TEUKU FADLAN ASYURA, 2020)

PENJATUHAN PIDANA DENDA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SIGLI) (BAKHTIAR, 2018)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy