//

TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP PELANGGARAN BERAT HAK ASASI MANUSIA MELALUI PENYELESAIAN KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL DI ACEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Dahniar - Personal Name
SubjectCONFLICT
INTERNATIONAL LAW
HUMAN RIGHT - LAW OF NATIONS
Bahasa Indonesia
Fakultas Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Tahun Terbit 2017

Abstrak/Catatan

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELANGGARAN BERAT HAK ASASI MANUSIA MELALUI PENYELESAIAN KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL DI ACEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK Dahniar Adwani Mujibussalim Mahfud Selama konflik bersenjata non-internasional yang terjadi di Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dan Tentara Nasional Republik Indonesia (1989-2005) mengakibatkan terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia, seperti kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan 7.727 kasus. Tindakan kekerasan melalui kebijakan negara merupakan pelanggaran terhadap Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, khususnya Pasal 3 Konvensi Geneva 1949 dan Protokol Tambahan II 1977. Untuk itu, negara yang melakukan pelanggaran atau membiarkan pelanggaran terjadi di batas kedaulatan negara tersebut wajib dituntut pertanggungjawaban secara internasional melalui prinsip hukum tanggung jawab negara (Responsibility of states for international wrongful acts). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sejauh mana praktik tanggung jawab negara untuk penyelesaian pelanggaran berat hak asasi manusia di Aceh. Dalam banyak hal, hak asasi manusia di Aceh dilanggar, orang-orang secara individu dan kelompok ditekan dan diintimidasi, dan adanya situasi impunitas. Metode penelitian yang digunakan adalah preskriptif analitik dengan pendekatan yuridis normatif, metode sejarah dan metode perbandingan untuk memperoleh data sekunder atau bahan pustaka hukum yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier sebagai penunjang, serta pendekatan yuridis empiris untuk memperoleh data primer melalui penelitian lapangan. Data dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa negara Indonesia sebagai aktor kejahatan jus congen terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia di Aceh (state violance). Kegagalan pengadilan Hak Asasi Manusia/ad hoc Indonesia dalam melakukan penuntutan dan penghukuman bagi para pelaku menunjukkan ketidakinginan (unwillingness) dan ketidakmampuan (unable) negara yang akhirnya bermuara pada ketidakpastian hukum karena tidak dapat dituntaskannya proses penyelesaian pelanggaran berat hak asasi manusia khususnya di Aceh sesuai standar internasional. Ketidakinginan dan ketidakmampuan negara Indonesia akan mengarahkan kasus pelanggaran berat hak asasi manusia di Aceh ke Mahkamah Pidana Internasional sebagaimana di atur dalam Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 13 huruf b Statuta Roma, Pasal 41 dan Pasal 42 ICCPR, serta Pasal 12 ayat (3) mengenai prasyarat untuk pelaksanaan yurisdiksi dari Statuta Roma. Artinya kejahatan jus congen tidak hanya merupakan urusan domestik, tetapi telah menjadi perhatian masyarakat internasional untuk memutuskan mata-rantai praktik impunity. Hal ini mengingat untuk kejahatan internasional pada level jus congen tidak berlaku pembatasan hukum atau batas waktu daluarsa, tidak berlaku imunitas terhadap para pelaku termasuk Kepala Negara, juga tidak berlakunya pembelaan terhadap pelaku dengan alasan “mentaati perintah atasan”. Hal ini berarti bahwa Indonesia harus memperlihatkan keseriusannya untuk memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap warganegaranya khususnya melalui mekanisme penegakan hukum hak asasi manusia di Indonesia guna meminimalkan adanya celah mekanisme internasional untuk mengintervensi sistem hukum Indonesia. Disarankan agar Pemerintah Indonesia harus mampu memperlihatkan dan wajib membuktikan tanggung jawab secara internasional guna meminimalkan adanya celah mekanisme internasional untuk mengintervensi sistem hukum Indonesia. (Menunda keadilan sama halnya mengingkari keadilan). Kata Kunci: Tanggung Jawab Negara, Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia, Konflik Bersenjata Non-International, Mahkamah Pidana International.

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PADA SAAT KONFLIK BERSENJATA DI YAMAN MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Wirda Anggrayni, 2016)

PERAN UNIFEM DALAM MELINDUNGI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA DARFUR DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (MUAMMAR ILHAM FAJAR, 2020)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK KEKEBALAN KEPALA NEGARA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL (Meydhitasari P, 2013)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWAJIBAN MELINDUNGI PENDUDUK SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA DI SURIAH DITINJAU DARI RESPONSIBILITY TO PROTECT (muhammad irfan, 2014)

TANGGUNG JAWAB PESERTA TEMPUR DALAM MELINDUNGI BENDA CAGAR BUDAYA DALAM SUATU KONFLIK BERSENJATA (TERKAIT PENGGUNAAN THE BLUE SHIELD EMBLEM IN 1954 HAGUE CONVENTION FOR THE PROTECTION OF CULTURAL PROPERTY) (Jufrian Murzal, 2016)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy