//

MAKNA SIMBOLIS PENYAJIAN SIRIH DI KABUPATEN ACEH BESAR

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Furiani - Personal Name

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Furiani 2017. Tanggapan. Makna Simbolis Penyajian Sirih Di Kabupaten Aceh Besar. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala. (1) Dra. Mukhirah, M.Pd (2) Dra. Fikriah Noer, M.Pd Kata Kunci: Makna Simbolis Penyajian Sirih. Sirih (ranup) dalam kehidupan masyarakat Aceh, merupakan salah satu makanan kecil yang sering dikomsumsi oleh orang Aceh. Selain dikomsumsi dan sebagai alternatif pengobatan, sirih digunakan dalam upacara-upacara adat. Penggunaan sirih dalam upacara adat berfungsi sebagai perangkat adat. Salah satunya dalam melaksanakan upacara adat perkawinan, sirih merupakan penghubung antara keluarga pengantin laki-laki (linto baro) dengan keluarga pengantin perempuan (dara baro). Dibalik penggunaan sirih tersebut memiliki makna-makna simbolis yang menjadi suatu kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Selama ini penggunaan sirih dalam upacara adat hanya dianggap sebagai rangkaian atau pelengkap adat saja, akan tetapi makna-makna simbolisnya masih kurang diketahui oleh masyarakat umum. Makna-makna simbolis itu hanya dipahami oleh tokoh-tokoh adat atau orang-orang tertentu dalam masyarakat Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna-makna penyajian sirih di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Subjek penelitian ini adalah 1 orang tokoh adat, 1 orang perangkai sirih dan 1 orang pengguna sirih. Ke tiga subjek ini berasal dari dua gampong di wilayah Kecamatan Darussalam, yaitu gampong Tungkop dan gampong Barabung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pedoman wawancara dan observasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sirih dalam kehidupan masyarakat Aceh, telah menjadi satu tradisi/adat turun-temurun. Dalam setiap upacara adat Aceh sirih merupakan perangkat adat yang harus ada. Penyajian sirih itu memiliki makna-makna simbolis tersendiri. Selain untuk pengobatan dan sebagai hiasan sirih juga digunakan pada saat acara-acara resmi, menyambut tamu dan upacara adat perkawinan. Disarankan kepada lembaga-lembaga adat yang ada di Aceh untuk dapat mensosialisasikan makna-makna yang terkandung dalam penyajian sirih sehingga generasi muda dapat mengenali dan memahami makna sirih dalam adat istiadat Aceh.

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

BENTUK PENYAJIAN TARI SEKAPUR SIRIH DI KABUPATEN ACEH TAMIANG (Sepri Cah Ayu, 2014)

BENTUK PENYAJIAN TARI TRADISIONAL SILAT GELOMBANG DI DESA LUGU KABUPATEN SIMEULUE (Ririn Putri Januaresti, 2016)

NILAI-NILAI SIMBOLIS PADA PELAMINAN TRADISIONAL DI KABUPATEN ACEH SELATAN (Susi Yanti, 2016)

FUNGSI DAN BENTUK PENYAJIAN ALAT MUSIK CANANG DALAM PROSESI ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH (Nurul Fitriah, 2018)

KONTRIBUSI IBU RUMAH TANGGA PEDAGANG SIRIH DALAM MEMBANTU PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN LAUBALENG KABUPATEN KARO (Nurlela Ginting, 2017)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy