//

YURIDIKSI POLITIS LEMBAGA WALI NANGGROE SEBAGAI LEMBAGA KEPEMIMPINAN ADAT INDEPENDEN GUNA MENGHINDARI DISORIENTASI KEKUASAAN

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Iezzati Qudratika - Personal Name
SubjectLAW - THEORY
Bahasa Indonesia
Fakultas FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Tahun Terbit 2017

Abstrak/Catatan

ABSTRAK IEZZATI QUDRATIKA, YURIDIKSI POLITIS LEMBAGA WALI 2017 NANGGROE SEBAGAI LEMBAGA KEPEMIMINAN ADAT INDEPENDEN GUNA MENGHINDARI DISORIENTASI KEKUASAAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (ix, 79), pp., bibl., app. (Ubaidullah, M.A) Qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) merupakan sebuah produk hukum yang lahir pasca penandatanganan MoU Helsinki pada tahun 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia. Serta merupakan derivasi lanjutan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tumpang tindih kelembagaan yang terjadi antara MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN. Serta untuk mengetahui wewenang dan yuridiksi LWN dalam menjadi pembina, pengawal dan penyantun kehidupan Pemerintah Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dan observasi (pengamatan dan magang). Kemudian penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan lain yang bersangkutan dengan penelitian ini guna memperoleh data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya tumpang tindih kelembagaan, tugas, fungsi hingga perbedaan nomenklatur pada MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Wewenang yang dimiliki oleh LWN hanya sebatas otorisasi yang bersifat kolegial, konsultatif dan advokatif. Kesimpulan menunjukkan bahwa adanya permasalahan tumpang tindih tugas, wewenang maupun kelembagaan tersebut menyebabkan tidak optimalnya pencapaian Renstra maupun pengimplementasian tugas dari wewenang LWN yang bersifat sebagai pembina dan mitra kerja Pemerintah Aceh. Saran kepada Pemerintah Aceh dan LWN adalah dengan melakukan revisi dan penambahan konsideran terhadap Qanun MAA, MPD, MPU, dan Baitul Mal terkait pengintegrasian keempat lembaga tersebut kedalam Majelis Fungsional LWN. Kata Kunci : Tumpang Tindih Kelembagaan, Wewenang, Lembaga Wali Nanggroe, MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal, Qanun.

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

PERSEPSI TOKOH ADAT KOTA SUBULUSSALAM TERHADAP PEMBENTUKAN LEMBAGA WALI NANGGROE (ahmad afandi sambo, 2015)

PRO DAN KONTRA LEMBAGA WALI NANGGROE DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TENGAH (Rahmadsyah, 2016)

STUDI KOMPARASI PERAN MAJELIS ADAT ACEH DENGAN LEMBAGA WALI NANGGROE (winda zulkarnaini, 2015)

MENGUJI INDEPENDENSI WALI NANGGROE BERDASARKAN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2013 (Mauliza Effendi, 2017)

HUBUNGAN LEMBAGA WALI NANGGROE DAN MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN PEMERINTAH DAERAH (STUDI PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG OTONOMI KHUSUS) (Muhammad Iqbal, 2016)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy