//

STUDI KOMPARATIF TERHADAP SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA KORUPSI DI INDONESIA DAN SINGAPURA

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Cut Rizka Rahmah - Personal Name

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Cut Rizka Rahmah, STUDI KOMPARATIF TERHADAP SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA KORUPSI DI INDONESIA DAN SINGAPURA 2016 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA (iv, 66)pp., bibl. (M. Iqbal, S.H., M.H) Asas pembalikan beban pembuktian bermula dari sistem pembuktian pada negara-negara yang menganut rumpun Anglo-Saxon dan saat ini di Indonesia juga diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Demikian pula di Singapura diatur di Prevention Of Corruption Act 1988 dalam Pasal 8 tentang taking gratification, in order by corrupt or illegal means, to influence public servant (mengambil gratifikasi, dalam perintah dengan cara korupsi atau dengan tujuan yang tidak sah, untuk mempengaruhi layanan publik). Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjelaskan pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan di Singapura dan efektifitas sistem pembuktian terbalik dalam penyelesaian tindak pidana korupsi di Indonesia dan Singapura. Data dalam penulisan skripsi diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia menggunakan sistem pembuktian terbalik terbatas, Sedangkan di Singapura menggunakan sistem pembuktian terbalik murni. Perbedaan sistem pembuktian terbalik antara di Indonesia dengan Singapura yaitu di Indonesia dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik terbatas, terdakwa dapat membuktikan dalilnya ia tidak melakukan korupsi tidak berarti terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi sebab jaksa masih harus membuktikan dakwaannya. Di Singapura dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik murni, pembuktian dibebankan sepenuhnya kepada terdakwa. Efektifitas dari penerapan sistem pembuktian terbalik lebih efektif untuk menjerat pelaku yang saat ini diperlukan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Disarankan kepada pengambil kebijakan agar dapat mengupayakan adanya perubahan terhadap ketentuan Hukum Acara Pidana di Indonesia termasuk penyelenggaraan pembuktian terbalik yang saat ini diperlukan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Kebijakan hukum pidana terhadap formulasi pembuktian yang akan datang perlu dilakukan perubahan mengenai pembuktian terbalik terbatas menjadi pembuktian terbalik murni sebagaimana di Singapura yang ternyata lebih efektif dalam memberantas korupsi di negara tersebut.

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMOR:27/PID- TIPIKOR/2012/PT-BNA TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (RIZKI SEPTIMAULINA, 2014)

KEWENANGAN PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Satria Ferry, 2019)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DEVISA SEKTOR PARIWISATA INDONESIA DARI WISATAWAN SINGAPURA (Maskur, 2020)

PERTIMBANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENENTUAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI ACEH (STUDI KASUS TERHADAP PERKARA NO.08/PID.TIPIKOR/2014/PT-BNA) (Teuku Rachmad Kurniawan, 2018)

KUALIFIKASI AHLI DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA INDONESIA (fadhlurrahman, 2016)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy