//
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSANRNMAHKAMAH KONSTITUSI NOMORRN14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIANRNUNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008RNTENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDENRNDAN WAKIL PRESIDEN |
|
![]() |
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
Pengarang | Dian Ramadhani - Personal Name |
---|---|
Subject | ELECTION LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum |
Tahun Terbit | 2014 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK DIAN RAMADHANI, STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN (v, 57) pp, bibl. Sufyan, S.H., M.H. Pemilihan Umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945. Pemilu yang telah berlangsung di Indonesia dilaksanakan dua kali dalam lima tahun yaitu pemilu anggota DPR, DPD, DPRD dan dilanjutkan pemilu presiden dan wakil presiden. Terdapat dua undang-undang pemilu di Indonesia, yaitu UU pemilu anggota DPR, DPD, DPRD dan UU pemilu presiden dan wakil presiden. Sehingga terdapat hak-hak konstitusional yang dirugikan. Menurut Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 hanya ada satu kali pemilu dalam lima tahun untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Seharusnya hanya ada satu undang-undang pemilu yaitu Undang-Undang tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden. Studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 14/PUU-XI/2013 serta untuk menjelaskan analisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Untuk memperoleh data dalam penulisan ini, digunakan metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan maksud memperoleh data sekunder yang didapat dari buku-buku teks, peraturan perundang-undangan, dan juga jurnal-jurnal yang ada kaitan atau relevansinya dengan masalah yang akan dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar yang dipergunakan Mahkamah Konstitusi dalam memberi putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 adalah sudah sesuai dengan peraturan, yaitu berdasarkan alat bukti, keterangan saksi dan keyakinan hakim berdasarkan kesesuaian fakta dilapangan. Jika pemilu dilaksanakan serentak, tentu tidak perlu lagi ada presidential threshold. Putusan tersebut telah ada ketika Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) tanggal 26 Maret 2013, tetapi baru dibacakan tanggal 23 Januari 2014. Mahkamah mengabulkan pemilu serentak serta menyatakan pemilu serentak dilaksanakan pada pemilu 2019 dan seterusnya. Seharusnya Mahkamah Konstitusi tidak boleh membuat putusan yang bersifat mengatur, karena Mahkamah Konstitusi adalah negative legislator (penghapus atau pembatal norma). Disarankan hendaknya Mahkamah Konstitusi harus seketika membacakan putusan yang telah diputuskan. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh bersifat positive legislator. Dan harus dibuat 1 (satu) paket undang-undang yaitu Undang- Undang tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 50/PUU-XII/2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SATU PUTARAN (Teuku Soekiarandi Tr, 2017) |
|
Kembali ke sebelumnya |