ttabel(0.05 = 1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada sawah irigasi, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap. Pada sawah tadah hujan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik sebesar Rp.4.535.967. dan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap sebesar Rp. 3.276.094. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp.1.259.873. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung =2.09 > tabel(0.,05 = 1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pada sawah tadah hujan, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap. Sedangkan nilai pendapatan usahatani permusim tanam berdasarkan status penguasaan lahan yang sama namun menggunakan jenis sawah yang berbeda memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah irigasi sebesar Rp. 6.560.230 dan rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah tadah hujan sebesar Rp. 4.535.967. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp. 2.024.263. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung=2.53>ttabel(0,05)=1,70=.ini berarti hipotesis nol(H0)ditolak dan hipotesis alternatif(Ha)di terima.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah irigasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah tadah hujan. Terdapat perbedaan pendapatan antara petani penggarap pada sawah irigasi dengan petani penggarap pada sawah tadah hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah irigasi sebesar Rp. 4.454.936 dan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah tadah hujan sebesar Rp.3.276.094. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp.1.178.841. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung= 2,32 > ttabel(0.05)=1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah irigasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah tadah hujan. Memperhatikan hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan perlu adanya upaya meningkatkan pendapatan usahatani padi melalui peningkatan produksi dengan menerapkan panca usahatani melalui teknologi yang cocok dengan kondisi setempat serta tetap menjaga kelestarian lingkungan. Bagi pemerintah daerah, diharapkan adanya kebijakan yang dapat melindungi petani yang terdiri dari kebijakan harga dan non harga. Dan bagi tenaga penyuluh pertanian di lapangan di harapkan agar terus melakukan pendampingan secara intensif kepada petani yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Selain itu peran penyuluh juga dapat mensosialisasikan UU No. 2 Tahun 1960 di wilayah kerjanya sehingga petani menjadi lebih pandai tentang pelaksanaan bagi hasil yang adil serta mempunyai kepastian hukum dan perlindungan hukum. " /> //
ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH IRIGASI DAN PADI SAWAH TADAH HUJAN BERDASARKAN STATUS PENGUASAAN LAHAN DI KECAMATAN KUTA COT GLIE KABUPATEN ACEH BESAR |
|
![]() |
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
Pengarang | Ivan Drawid Nado - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan Ivan Drawid Nado dengan Judul Skripsi "Analisis Komparatif Tingkat Pendapatan Usahatani Padi Sawah lrigasi dan Padi Sawah Tadah Hujan Berdasarkan Status Penguasaan Lahan Di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar" dengan pembimbing utama Bapak Dr. Ir. Sofyan, M.Agri,Sc dan pembimbing kedua Bapak Ir. M. Nasir Abdussamad, M.Si. Lahan merupakan faktor produski utama dalam usahatani tanaman padi. Distribusi lahan pertanian di Kabupaten Aceh Besar khususnya di Kecamatan Kuta Cot Glie masih belum merata. Hanya sebagian dari petani yang memiliki lahan sendiri. Petani yang tidak memililki lahan bila ingin melakukan usahatani harus mencari lahan dengan cara meminjam ataupun menggarap lahan milik seseorang. Sedangkan bagi petani yang mempunyai lahan namun membutuhkan dana untuk keperluan mendadak, maka petani umumnya merelakan lahan tersebut untuk di gadaikan ataupun diserahkan kepada petani lain yang tidak mempunyai lahan ataupun petani yang berlahan sempit dengan terikat perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga atas dasar tersebut terdapat bermacam-macam status penguasaan lahan. Adanya klasifikasi pemilikan lahan akan mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga petani. Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pendapatan antara petani padi sawah irigasi dengan petani padi sawah tadah hujan berdasarkan status penguasaan lahan yang terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yang didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain kecamatan Kuta Cot Glie mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan masih banyaknya penguasaan lahan pertanian dengan sistem bagi hasil. Objek dalam penelitian ini adalah petani pemilik dan petani penggarap pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang menggunakan sawah irigasi dan petani yang menggunakan sawah tadah hujan di Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Stratified Simple Random Sampling. Besarnya sampel sebesar 5 % dari seluruh populasi dan di alokasikan secara proporsional pada masing-masing strata. Ruang lingkup penelitian hanya terbatas pada masalah tingkat pendapatan usahatani padi sawah irigasi dan. padi sawah tadah hujan berdasarkan status penguasaan lahan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan permusim tanam memperlihatkan bahwa pada sawah irigasi, nilai rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik sebesar Rp. 6.560.230 dan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap sebesar Rp. 4.454.936. Tingkat perbedaan pendapatan usahatani tersebut sebesar Rp. 2.105.294. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung 2,89> ttabel(0.05 = 1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada sawah irigasi, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap. Pada sawah tadah hujan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik sebesar Rp.4.535.967. dan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap sebesar Rp. 3.276.094. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp.1.259.873. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung =2.09 > tabel(0.,05 = 1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pada sawah tadah hujan, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap. Sedangkan nilai pendapatan usahatani permusim tanam berdasarkan status penguasaan lahan yang sama namun menggunakan jenis sawah yang berbeda memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah irigasi sebesar Rp. 6.560.230 dan rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah tadah hujan sebesar Rp. 4.535.967. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp. 2.024.263. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung=2.53>ttabel(0,05)=1,70=.ini berarti hipotesis nol(H0)ditolak dan hipotesis alternatif(Ha)di terima.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah irigasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani pemilik pada sawah tadah hujan. Terdapat perbedaan pendapatan antara petani penggarap pada sawah irigasi dengan petani penggarap pada sawah tadah hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah irigasi sebesar Rp. 4.454.936 dan nilai rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah tadah hujan sebesar Rp.3.276.094. Tingkat perbedaan pendapatan tersebut sebesar Rp.1.178.841. Hal ini juga terbukti dari nilai thitung= 2,32 > ttabel(0.05)=1,70. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah irigasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usahatani petani penggarap pada sawah tadah hujan. Memperhatikan hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan perlu adanya upaya meningkatkan pendapatan usahatani padi melalui peningkatan produksi dengan menerapkan panca usahatani melalui teknologi yang cocok dengan kondisi setempat serta tetap menjaga kelestarian lingkungan. Bagi pemerintah daerah, diharapkan adanya kebijakan yang dapat melindungi petani yang terdiri dari kebijakan harga dan non harga. Dan bagi tenaga penyuluh pertanian di lapangan di harapkan agar terus melakukan pendampingan secara intensif kepada petani yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola usahataninya. Selain itu peran penyuluh juga dapat mensosialisasikan UU No. 2 Tahun 1960 di wilayah kerjanya sehingga petani menjadi lebih pandai tentang pelaksanaan bagi hasil yang adil serta mempunyai kepastian hukum dan perlindungan hukum. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan PERBEDAAN STATUS PENGUASAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLAKUAN USAHATANI DAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI KECAMATAN SIMPANG TIGA KABUPATEN ACEH BESAR (IKHSAN, 2015) |
|
Kembali ke sebelumnya |