ABSTRAK Kesepakatan damai 15 Desember 2005 telah menyebabkan terjadinya transformasi ideologi, kehidupan, ekonomi,dan politik dalam tubuh GAM. Para aktor dari pihak GAM sudah menjadi pejabat-pejabat politik dan sebagian lainnya menjadi aktor kekuatan ekonomi baru di Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif nasionalisme mantan kombatan GAM Bireuen pasca MoU Helsinki dan faktor apa yang menyebabkan terjadinya transformasi ideologi mantan kombatan GAM di Bireuen pasca MoU Helsinki. Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah perjanjian damai antara GAM dan RI telah terjadi tranformasi ideologi dalam diri para kombatan GAM dari etnonasionalisme telah kembali ke Nasionalisme Indonesia. Adapun faktor terjadinya transformasi diantaranya, faktor perdamaian, orientasi profit, kenyamanan, keterpaksaan dan kekecewaan. Berdasarkan hasil temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa, setelah kombatan GAM di Kabupaten Bireuen kembali ke pelukan NKRI nasionalisme kombatan GAM pasca MoU bersifat dinamis, dan juga sangat tergantung terhadap negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah Aceh untuk merangkul masyarakat dan para kombatan GAM agar sentiment etnis tidak lagi dibangkitkan atas dasar kekecewaan. Kata kunci : Nasionalisme, GAM, MoU Helsinki, Transformasi, Ideologi ABSTRACK After the agreement on 15 December 2005, there was a transformation in terms of ideology, life, economy and politics within GAM. The people who used to be affiliated with GAM have become political officials and some have become actors of the new economic power in Aceh. This study aims to determine the perspective of the nationalism of former GAM combatants in Bireuen after the MoU in Helsinki and what factors led to the ideological transformation of former GAM combatants in Bireuen after the MoU in Helsinki. The research approach carried out using descriptive qualitative methods. The results of this study indicate that after the peace agreement between GAM and RI there has been an ideological transformation in GAM combatants from ethnonationalism to Indonesian nationalism. As for the factors of peace, compulsion and disappointment. Based on these findings, it can be concluded that, after GAM combatants in Bireuen District returned to the Indonesian embrace, post-MoU GAM combatant nationalism is dynamic, and also highly dependent on the state, both the central government and the Aceh government to embrace the community and GAM combatants so that ethnic sentiment is no longer raised on the basis of disappointment. Keywords: Nationalism, GAM, MoU Helsinki, Transformation, Ideology