//
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI WAMENA NOMOR: 63/PID.B/2010/PN.WMN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Rio Arapenta Tarigan - Personal Name |
---|---|
Subject | CORRUPTION - LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2014 |
Abstrak/Catatan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara, merupakan dasar hukum pemidanaan oleh majelis hakim dalam putusan Nomor: 63/Pid.B/2010/PN.Wmn. Namun, dasar pemidanaan ini bertolak belakang dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang telah memenuhi semua unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair, dan dalam putusannya majelis hakim menjatuhkan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan putusan hakim yang tidak tepat dalam menerapkan dasar hukum dan menganalisis penjatuhan pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus yang tidak dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan asas legalitas. Penelitian studi kasus ini bersifat menjelaskan dan merupakan penelitian hukum normatif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang mencakup buku-buku, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan lain sebagainya. Studi ini dilakukan dengan cara menelaah putusan pengadilan dan mencari solusi atas permasalahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar hukum pemidanaan yang digunakan hakim tidak tepat. Hakim tidak memperhatikan secara cermat fakta-fakta hukum di persidangan yang menunjukkan bahwa seluruh unsur tindak pidana korupsi yang didakwakan dalam dakwaan primair telah terpenuhi sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum dan proses pembuktian dakwaan subsidaritas yang dilakukan secara alternatif oleh hakim tidak sesuai dengan praktik persidangan. Jika dikaji dari fakta-fakta hukum di persidangan tersebut, para terdakwa lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena perbuatan para terdakwa yang melakukan pemotongan dana 10% telah menyalahi aturan, sehingga merupakan perbuatan melawan hukum memperkaya diri. Adanya penjatuhan pidana di bawah acaman pidana minimum khusus oleh hakim telah bertentangan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan asas legalitas, yaitu nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang). Disarankan kepada hakim agar menerapkan dasar hukum yang tepat dalam membuktikan kesalahan para terdakwa dan kepada hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan harus sesuai dengan yang ditentukan dalam undang-undang agar terwujud kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 17/PID.SUS-TPK/2014/PN.BNA DAN PUTUSAN NOMOR: 38/PID.SUS-TPK/2014/PN.BNA TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (HIDAYATULLAH, 2016) |
|
Kembali ke sebelumnya |