//

POLEMIK BENDERA BULAN BINTANG SEBAGAI SIMBOL DAERAH DAN ETNONASIONALISME ACEH DALAM KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Hendra Gunawan - Personal Name

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Partai Aceh melalui DPRA mengusulkan bendera bulan bintang sebagai bendera Provinsi Aceh dan telah disahkan melalui Qanun no 3 tahun 2013. Bendera tersebut diharapkan menjadi simbol pemersatu masyarakat Aceh yang menganut nilai-nilai perjuangan dan sejarah masa lalu. Namun, dalam perjalanannya bendera tersebut mendapatkan pertentangan dari pemerintah pusat serta beberapa kelompok masyarakat Aceh karena dianggap melanggar PP no 77 tahun 2007. Bendera bulan bintang dianggap menyerupai bendera kelompok separatis yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sehingga menimbulkan polemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akar polemik Qanun bendera bulan bintang melalui konstruksi realitas sosial dan mengapa pemerintah daerah tetap bersikukuh bendera bulan bintang harus menjadi bendera provinsi Aceh meskipun mendapat pertentangan dari pemerintah pusat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis, dimana informan penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Untuk menganalisis penelitian ini, peneliti menggunakan teori konstruksi realitas sosial oleh Peter L.Berger. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi, serta selanjutnya dianalisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa polemik yang terjadi menyangkut Qanun no 3 tahun 2013 berada pada fase internalisasi. Perbedaan pola konstruksi yang dilakukan oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia melalui pemerintah pusat, telah menyebabkan perbedaan pandangan di tengah masyarakat. GAM yang telah bertransformasi menjadi partai politik berupaya melegitimasikan simbol kelompok mereka menjadi simbol daerah melalui Qanun no 3 tahun 2013. Hal ini bertujuan untuk menunjukan kepada masyarakat digenerasi berikutnya bahwa kelompok GAM yang berjuang demi kemerdekaan Aceh sejak tahun 1976 sampai 2005 masih eksis melalui partai politik Aceh (Partai Aceh). Simbol tersebut digunakan sebagai representatif kelompok untuk terus merawat serta meneruskan ide dan gagasan perjuangan meskipun melalui parlemen. Sedangkan Indonesia melalui pemerintah pusat telah menyatakan sikap melalui PP no 77 tahun 2007 bahwa bendera bulan bintang dianggap sebagai bendera separatisme yang dianggap dapat mengganggu kedaulatan NKRI. Perbedaan nilai tersebut pada akhirnya melahirkan dua persepsi besar di tengah masyarakat sehingga menimbulkan polemik menyangkut Qanun no 3 tahun 2013, yaitu sebagai Etnonasionalisme atau Separatisme. Kata Kunci : Konstruksi Sosial, Bendera Bulan Bintang, Etnonasionalisme

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

ETNONASIONALISME MANTAN ANGGOTA GAM DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH PERIODE 2009 – 2014 DALAM PERUMUSAN QANUN BENDERA DAN LAMBANG ACEH (Kharinda Rizky, 2018)

DINAMIKA POLITIK ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH ACEH DALAM PROSES PENGESAHAN BENDERA BULAN BINTANG SEBAGAI IDENTITAS ACEH (TIARA RAMADHANI, 2015)

BENDERA DAN LAMBANG ACEH IDENTITAS ACEH ATAU KEPENTINGAN POLITIK PARTAI ACEH (PA) (MIRZA AKMAL, 2015)

BENTUK PEMBERITAAN POLEMIK BENDERA ACEH ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH ACEH (STUDI KOMPARATIF TERHADAP PEMBERITAAN PADA HARIAN SERAMBI INDONESIA DAN HARIAN RAKYAT ACEH) (Mutiara Indaswari, 2015)

PRO DAN KONTRA QANUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BENDERA DAN LAMBANG PROVINSI ACEH (KAJIAN TERHADAP TATA CARA PEMBENTUKAN QANUN) (Rudi Ramadhani, 2015)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy