PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK TERHADAP ANAK (Suatu Penelitian di Pengadilan Negeri Takengon) Zulfikri Dahlan Ali Syarifuddin Hasyim  Abstrak Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, menyebutkan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak merupakan permasalahan sering terjadi akibat perkembangan teknologi yang semakin canggih, sehingga dengan mudahnya anak untuk mengakses konten pornografi. Dalam Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Proses penyelesaian pidana anak tidak hanya melindungi anak sebagai korban atau saksi tindak pidana namun juga melindungi anak sebagai pelaku tindak pidana yang di anggap anak yang berkonflik dengan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana penyelesaian tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak? (2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku dan korban tindak pidana persetubuhan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku dan korban tindak pidana persetubuhan. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah bahan kepustakaan dan studi dokumen, yang merupakan bahan utama dalam penelitian ini. Dalam menjawab permasalahan penelitian ini maka dilakukan pendekatan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan penelitian lapangan terhadap efektif atau tidaknya suatu penerapan aturan hukum berdasarkan perundang-undang yang berlaku pada proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Hasil penelitian terhadap penyelesaian tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Takengon dilakukan penyelesaian melalui proses pengadilan karena tindak pidana tersebut tidak dapat dilakukan penyelesaian melalui diversi, sebab ancaman pidana terhadap tindak pidana persetubuhan terhadap anak di atas 7 (tujuh) tahun. Pedampingan kepada anak sebagai pelaku tindak pidana maka pihak BAPAS berperan aktif dalam melakukan penelitian terhadap riwayat kehidupan anak yang melakukan tindak pidana persetubuhan, sehingga menjadi satu pertimbangan penyidik dalam proses penyidikan dan menjadi satu pertimbangan hakim dalam memutuskan hukuman terhadap anak dengan mengedepankan perlindungan hukum bagi anak. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku telah di lakukan mulai dari tingkat penyidikan, putusan dan perlaksanaan putusan. Adapun penahanan yang dilakukan oleh penyidik kepada anak sebagai pelaku tindak pidana dikarenakan tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak merupakan tindak pidana dengan ancaman pidana di atas 7 (tujuh) tahun dan kurangnya keyakinan penyidik terhadap anak serta penjaminnya. Namun penyidikan dilakukan dengan waktu yang singkat serta didampingi oleh orang tua, penasehat hukum maupun pekerja sosial. Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana dengan melakukan rehabilitasi sosial maka peran pekerja sosial untuk mendamping dan memberi penguatan emosional pada anak korban tindak pidana dengan memberikan pendampingan psikososial bagi anak korban sehigga anak dapat kembali dalam fungsi sosialnya di masyarakat. Disarankan kepada Kepolisian Resor Takengon agar ditambah personil untuk melakukan pengawasan terhadap anak yang mendapatkan penangguhan penahanan serta kepada pihak Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Aceh dapat memberikan fasilitas berupa rumah tahanan khusus anak pada setiap kabupaten kota. Kepada pemerintah Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota agar mempersiapkan personil yang terampil yaitu Pekerja sosial, Psikolog serta sarana dan pasarana yang cukup dalam memenuhi hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana dan anak sebagai saksi tindak pidana. Kata Kunci : Anak, Tindak pidana persetubuhan, Perlindungan THE SETTLEMENT OF SEXUAL INTERCOURSE OFFENCES COMMITTED BY A CHILD TO ANOTHER CHILD (A Study Case at Takengon District Court) Zulfikri* Dahlan Ali** Syarifuddin Hasyim*** Abstract Article 1 section 2 of Law 11 of 2012 concerning the juvenile justice system states that children who are dealing with the law are those who in conflict with the law, become the victim of a crime, and become the witness to a crime. The sexual intercourse offences committed by children to children is a common problem occurred caused by the more advanced technological development that leads to an easier way to access pornographic contents. In the article 76D of the Law No. 35 of 2014 regarding changes to the law No. 23 of 2002 concerning child protection, it is stated that: everyone is prohibited from committing violence or threats of violence to force children in having sexual intercourse with him/her or with others. Child criminal settlement process does not only protect the children as a victim or witness of a crime but also protects them who committed the crime and considered as children in conflict with the law. The main problems in this research are (1) how to resolve the sexual intercourse offences committed by a child to another child? (2) how the legal protection of children as perpetrators and victims of sexual intercourse offences? This study aims to discover and analyze the settlement of sexual intercourse offences committed by a child to another child and to identify the legal protection for the children who become perpetrators and victims of sexual intercourse offences. This research is conducted using the normative and empirical jurisprudence methodology. Normative jurisprudence is conducted through literature review and documents study, which is the main source of this specific research. In solving the research questions determined beforehand, the empirical jurisprudence method is implemented through conducting field research in finding out the effectiveness of applying the rule of law based on applicable legislation at the settlement process of criminal offences committed by children. *Student **Head of Supervising Committee ***Member of Supervising Committee The result of this research indicates that the settlement of sexual intercourse offences committed by a child to another child in the jurisdiction of Takengon district court is performed through litigation since the settlement of this criminal case could not be conducted through diversion because the potential criminal penalty of sexual intercourse offences to the child is more than 7 (seven) years of imprisonment. As a form of assistance to children as perpetrators of crime, BAPAS (balai pemasyarakatan - prison) play an active role in conducting research concerning the life history of children who committed the crime of sexual intercourse, to become a consideration of the investigator in the investigation process and judge's consideration in deciding a sentence against children while supporting the legal protection for them. Legal protection for children as perpetrators has been carried out starting from the investigation, decision, and implementation of the decision process. The imprisonment conducted by the investigator to children as the perpetrator of a criminal case is because this particular sexual intercourse offence is considered a criminal act with the potential penalty of more than 7 (seven) years, and because the investigator still suspects the children as well as their guarantor. However, the investigation process is conducted in a limited amount of time accompanied by the parents, legal advisor, and social worker. The legal protection provided to the victim of criminal act is through a social rehabilitation, thus social worker role is to assist and give emotional strength to the children as victims of criminal act by providing psychosocial assistance so they can return in their social function in society. It is recommended to the Resort Police of Takengon to provide additional personnel in supervising the children who obtained a suspension of detention, and to Aceh regional office of law and human rights officials to provide sufficient facility such as children detention center in every city/ regency. The government of Aceh province, as well as every city/regency, is also expected to prepare skilled personnel such as social workers, psychologist, as well as adequate facilities and infrastructure in fulfilling children’s rights as perpetrator and victims of the criminal act. Keywords: Children, Sexual Intercourse Offences, Protection