//
PENOLAKAN PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG PENETAPAN TERSANGKA DAN PENYITAAN BARANG BUKTI (STUDI KASUS PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI MEULABOH NOMOR. 01/PRA.PID/2016/PN-MBO) |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Hendrawan Sofyan - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan PENOLAKAN PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG PENETAPAN TERSANGKA DAN PENYITAAN BARANG BUKTI (STUDI KASUS PUUSAN PENGADILAN NEGERI MEULABOH NOMOR. 01/PRA.PID/2016/PN-Mbo) Hendrawan Sofyan* Dahlan Ali** Suhaimi*** ABSTRAK Hakim praperadilan Pengadilan Negeri Meulaboh melalui putusan Nomor 01/Pra.Pid/2016/PN-Mbo telah menolak permohonan praperadilan dengan objek perkaranya penetapan tersangka dan penyitaan. Padahal penetapan tersangka dan penyitaan merupakan objek yang dapat dijadikan sebagai objek praperadilan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Penolakan praperadilan terhadap penetapan tersangka dalam putusan Nomor 01/Pra.Pid/2016/PN-Mbo berakibat pada melanggar hak asasi manusia karena tidak adanya kepastian hukum bagi pemohon untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan. Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka sudah sangat lama, namun hingga tahun 2018 tidak dinaikkan ke Pengadilan meskipun penyidik telah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Meulaboh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim menolak praperadilan pemohon dan tinjauan yuridis terhadap penolakan permohonan praperadilan. Penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian yuridis normatif atau dokrtinal dengan tujuan mengkaji tentang asas-asas dan kaidah hukum sesuai dengan kajian ilmu hukum. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Putusan Nomor 01/Pra.Pid/2016/PN-Mbo, Putusan MK Nomor 21/PPU-XII/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim menolak praperadilan pemohon yaitu: Pertama, Penetapan tersangka baru menjadi objek praperadilan pada sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PPU-XII/2014 yang memperluas objek praperadilan yakni pada tahun 2015 dan penyitaan yang dilakukan oleh Polres Aceh Barat telah memenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perspektif yuridis, putusan hakim Nomor 01/Pra.Pid/2016/PN-Mbo masih banyak kelemahan dan kekeliruan. Kedua, hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan sebelum adanya putusan MK. Hal ini keliru karena dalam putusan praperadilan diajukan pada tahun 2016 di mana proses penyidikan terhadap kasus dugaan penggelapan belum dikeluarkan Surat Penghentian Penyidikan. Belum adanya penghentian penyidikan berarti masih berjalan proses penyidikan. Oleh karenanya, putusan MK Nomor 01/Pra.Pid/2016/PN-Mbo dapat dijadika sebagai dasar pengajuan praperadilan. Hakim menolak permohonan praperadilan dikarenakan prose penyitaan yang dilakukan oleh penyidik telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan suatu kekeliruan di mana hakim cenderung mengabaikan fakta-fakta yang terungkan ke persidangan. Dalam persidangan terdapat fakta yang tidak terbantahkan di mana penyitaan yang dilakukan oleh termohon tidak disertai dengan berita acara penyitaan dan penetapan ketua pengadilan negeri setempat untuk menyita cek dan bilyet giro, akan tetapi penyitaan hanya menggunakan “surat tanda terima” cek dan bilyet giro. Ketiga, putusan hakim praperadilan cenderung melanggar HAM karena tidak adanya kepastian hukum terhadap sahnya penetapan tersangka yang tidak ditentukan batas waktu tertentu untuk dilakukan penyidikan lanjutan serta diteruskan kepada Kejaksaan dan Pengadilan. Disarankan kepada hakim agar dalam memutuskan perkara praperadilan dapat memberikan kepastian hukum kepada tersangka dengan membatasi batasan waktu dilakukan penyidikan. Disarankan kepada Pemerintah dan DPR supaya dapat merevisi KUHAP dengan membuat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan supaya adanya keadilan dan kepuasan batin bagi pihak yang kalah melalui putusan yang dikeluarkan oleh hakim tinggin dan hakim pada tingkat kasasi. Disarankan kepada peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut tentang praperadilan supaya terlindunginya hak asasi manusia dari tindakan-tindakan aparat penegak hukum. Kata Kunci : Praperadilan, Penyitaan, Penetapan Tersangka *Mahasiswa **Komisis Pembimbing Satu ***Komisi Pembimbing Dua | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR 97/PID.PRAP/2017/PN-JKT TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN PEMBATALAN PENETAPAN TERSANGKA (IQBAL FAHRI, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |