//
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 189 K/PID/2017 TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | FRISCA DWI SENTIKA - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan ABSTRAK FRISCA DWI SENTIKA, 2019 STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 189/K/PID/2017 TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (v, 74)pp., bibl., app. (NURSITI, S.H., M.Hum) Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 189/K/Pid/2017 tentang tindak pidana penganiayaan dinilai memiliki permasalahan hukum terkait kekeliruan Jaksa Penuntut Umum dalam penyusunan surat dakwaan tunggal Pasal 351 ayat (1) KUHP, padahal fakta-fakta hukum yang ada perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat. Penulisan studi kasus ini untuk menjelaskan bahwa dasar hukum dan jenis dakwaan yang digunakan oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan kurang tepat, adanya alat bukti saksi yang tidak lengkap di persidangan dan hakim dalam menjatuhkan hukuman tidak melihat aspek perlindungan terhadap korban sehingga tidak tercapai keadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dari putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 189/K/Pid/2017 atas putusan yang dijatuhkan dalam perkara pidana penganiayaan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan literatur-literatur hukum. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penuntut umum dalam membuat dakwaan menuntut terdakwa dengan dakwaan tunggal berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP, jika dilihat dari unsur-unsur perbuatannya maka terdakwa sepatutnya dituntut dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP. Karena perbuatan terdakwa menganiaya korban yang sedang hamil 8 bulan telah menyebabkan korban meninggal dunia. Penuntut umum tidak melakukan pembuktian dengan benar karena tidak menghadirkan saksi suami dari korban (Bernhard Yunior Sapulete) yang juga memiliki hubungan dengan terdakwa. Alat bukti visum et repertum yang diajukan ke persidangan dinilai tidak memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi korban akibat terjadinya penganiayaan. Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak melihat aspek perlindungan terhadap korban penganiayaan tersebut, sehingga putusannya tidak mencerminkan keadilan terhadap korban. Disarankan kepada penuntut umum dalam merumuskan dakwaan melihat unsur-unsur kesalahan terdakwa agar tidak ada kekeliruan dalam dakwaan dan memastikan alat bukti yang dihadirkan merupakan alat bukti yang bisa digunakan oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara. Kepada hakim dalam memutuskan perkara supaya dapat melihat aspek perlindungan bagi korban agar tercapainya keadilan. Untuk biaya visum et repertum dilakukan secara komprehensif (luar maupun dalam) yang ditanggung oleh negara. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1110 K/PID.SUS/2012 TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN TANPA SURAT IZIN (SHARA NILZA MUTIA, 2015) |
|
Kembali ke sebelumnya |