//
PEMBATALAN QANUN ACEH MELALUI EXECUTIVE REVIEW DAN JUDICIAL REVIEW |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Asmaul Flusna - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan ABSTRAK Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, maka pemerintah memiliki kewenangan untuk membatalkannya jika qanun tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan untuk menguji dan membatalkan Qanun Aceh tersebut tidak hanya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi juga diberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk membatalkannya. Sehingga Adanya perbedaan norma mengenai siapa yang berwenang untuk membatalkan Perda/Qanun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tata cara pengujian Qanun Aceh dari segi judicial review dan executive review menurut peraturan perundang-undangan, serta mengkaji ukuran pembatalan Qanun Aceh oleh Menteri Dalam Negeri dan Mahkamah Agung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dengan sumber data adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data yang diperoleh kemudian dianalis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama. Tata cara pengujian qanun Aceh melalui executive review belum memenuhi syarat seperti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan karena pengujian qanun Aceh melalui executive review bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945seperti yang disebutkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU- XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016, dimana pasca putusan tersebut maka kewenangan pembatalan perda atau qanun Aceh dikembalikan kepada Mahkamah Agung. Kedua, Pembatalan qanun Aceh melalui executive review dilihat dari beberapa kategori, yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan ukuran pembatalan qanun Aceh melalui judicial review yaitu bertentangan dengan syari’at Islam. Disarankan agar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perlu ditinjau kembali mengingat pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016, Menteri Dalam Negeri sudah tidak berwenang lagi untuk membatalkan perda atau qanun Aceh. Selain itu, Pemerintah Aceh dalam membentuk qanun juga harus lebih memahami suatu ketentuan yang berlaku sehingga nantinya tidak menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat Aceh. Kata Kunci : Pembatalan, Qanun, Executive Review, Judicial Review. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN JUDICIAL REVIEW PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Muhammad Misri, 2016) |
|
Kembali ke sebelumnya |