//

HAK DAN WEWENANG PEMERINTAH ACEH PASCA MOU HELSINKI (STUDI KASUS IMPLEMENTASI ATURAN TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH PERIODE 2006-2013)

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Sayed Rayyal Gharras - Personal Name
SubjectLOCAL GOVERNMENT
AUTONOMY OF STATES
Bahasa Indonesia
Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Syiah Kuala
Tahun Terbit 2014

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Sayed Rayyal Gharras HAK DAN WEWENANG PEMERINTAH ACEH 2013 PASCA MoU HELSINKI (Studi Kasus Implementasi Aturan Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Periode 2006-3013) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (vii-94), pp., bibl., app. (Drs. Zainal Abidin AW, M.Si, Effendi Hasan, MA) Hak dan wewenang Aceh pasca MoU Helsinki merupakan hasil dari sebuah perjanjian damai antara Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang melatar belakangi lahirnya sebuah Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). UUPA memberikan hak dan wewenang kepada Aceh untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut aspirasi masyarakat dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak dan wewenang Pemerintah Aceh dalam mengimplementasi aturan turunan UUPA pasca MoU Helsinki. Serta perbandingan hak dan wewenang Pemerintah Aceh pasca MoU Helsinki dengan sebelum MoU Helsinki. Data penelitian diperoleh dari kepustakaan dengan cara mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Serta melakukan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dengan cara melakukan wawancara langsung dengan responden dan informan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hak dan wewenang Pemerintah Aceh dalam penyelenggaraan pemerintahan menghasilkan aturan tentang lembaga Wali Nanggroe, Bendera dan Lambang Daerah, dan pembentukan Partai Politik Lokal. Serta hak dan wewenang dalam penerapan syariat Islam, dalam bidang ekonomi, dan bidang sosial. Kesemuanya sudah mengalami perubahan jika dibandingkan dengan hak dan wewenang yang dimiliki Aceh sebelum MoU Helsinki. Pemerintah Aceh harus menghasilkan aturan yang memang menjadi kebutuhan rakyat Aceh secara keseluruhan agar tidak kembali lagi seperti masa sebelum MoU. Pemerintah Aceh harus mempergunakan hak dan wewenangnya dengan baik dan bijaksana. Kebijakan yang disusun oleh pemerintah Aceh hendaknya juga memperhatikan kemampuan, dan karakteristik daerah. Pemerintah Aceh perlu membentuk komunikasi yang intensif dan efektif dengan Pemerintah Pusat agar proses negosiasi dalam menyusun rancangan aturan turunan UUPA nantinya bisa lebih lancar. Kata Kunci: Hak, Wewenang, Pemerintah Aceh, MoU Helsinki, UUPA

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

KONSTRUKSI NORMATIF KEWENANGAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (Muhammad Ikhsan, 2020)

KEPASTIAN HUKUM QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BENDERA DAN LAMBANG ACEH (ARABIYANI, 2018)

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 51/PUU-XIV/2016 TENTANG PENGUJIAN PASAL 67 AYAT (2) HURUF G UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 (Maulana Fatahillah, 2017)

PELAKSANAAN ZAKAT SEBAGAI FAKTOR PENGURANG TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERHUTANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH ACEH (AFRILIA LAVANDA, 2017)

RELASI STRUKTUR PEMERINTAHAN SIPIL DAN MANTAN KOMBATAN MILITER GAM DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PASCA MOU HELSINKI (EGI GUNAWAN, 2019)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy