//
KETIADAAN BATAS MINIMUM KHUSUS ‘UQUBAT RESTITUSI DALAM QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Nurul Fajri - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan ABSTRAK Masalah sistem minimum khusus erat kaitannya dengan tujuan pemidanaan yaitu untuk memperbaiki terpidana maupun masyarakat, juga berkaitan erat dengan tujuan pembaharuan hukum pidana yaitu untuk penanggulangan kejahatan. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan restitusi dalam Qanun Jinayat dilihat dari perkembangan hukum pidana terkait minimum dan maksimum pidana, dan bagaimana mekanisme permintaan restitusi oleh korban dalam konteks Qanun Jinayat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menjelaskan pengaturan restitusi dalam Qanun Jinayat dilihat dari perkembangan hukum pidana terkait dengan minimum dan maksimum pidana serta menganalisis mekanisme permintaan restitusi oleh korban dalam konteks Qanun Jinayat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan konseptual, pendekatan historis dan juga pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa buku-buku dan juga peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun data primer diperoleh dari teori-teori hukum dalam hukum pidana dan pendapat-pendapat para ahli hukum dalam buku-buku. Diuraikan dengan menggunakan analisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa „uqubat restitusi yang terdapat dalam Qanun Jinayat hanya menyebutkan batasan maksimum khususnya saja tanpa menyebutkan batas minimum khususnya. Hal ini tidak sesuai dan tidak sejalan dengan perkembangan hukum pidana yang mengharuskan penyertaan batasan minimum khusus terhadap delik-delik yang dianggap sangat berbahaya dan meresahkan masyarakat. Adapun mengenai mekanisme prosedural permohonan restitusi oleh korban dalam konteks Qanun Jinayat sama dengan mekani sme yang terdapat didalam KUHAP, yaitu penggabungan perkara antara pidana dan perdata. Restitusi didalam Qanun Jinayat disamakan dengan kompensasi, sehingga berpedoman pada penggabungan perkara pidana dan perdata,. Saran dalam masalah ini kepada Pemerintah Aceh dan para pembuat kebijakan lainnya harus memperbaiki Qanun Jinayat dengan merumuskan batas minimum khusus terhadap ;uqubat restitusi. Sehingga kecil kemunkinan terjadinya disparitas pidana. Kemudian untuk korban tindak pidana berat seharusnya tetap mendapatkan ganti kerugian yang wajib dibayarkan oleh pelaku (restitusi) tanpa harus mengajukan permohonan perdata kepada majelis hakim yang memeriksa perkara. Dengan demikian, akan lebih mengakomodir hak korban tindak pidana yang merugikan orang lain sekaligus menyiratkan penegakan hukum yang adil dan melindungi HAM warga Negara Kata kunci: Pidana Minimum Khusus, Restitusi, Perkembangan Hukum Pidana | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KETIADAAN BATAS MINIMUM KHUSUS ‘UQUBAT RESTITUSI DALAM QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA (Nurul Fajri, 2019) |
|
Kembali ke sebelumnya |