//
KEWENANGAN PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Satria Ferry - Personal Name |
---|---|
Subject | CORRUPTION IN GOVERNMENT - LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2018 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK Kewenangan penuntutan perkara dalam sistem peradilan pidana Indonesia dilaksanakan oleh Kejaksaan RI, sejak terbentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), KPK juga diberikan kewenangan melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, maka untuk Indonesia telah memiliki dua lembaga penuntutan di bidang penanganan perkara tindak pidana korupsi, hal demikian menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum pidana. Penelitian dan pengkajian ini bertujuan, menemukan dan mengembangkan teori kewenangan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, menemukan dan mengembangkan konsep kedudukan kewenangan penuntutan KPK dalam sistem peradilan tindak pidana terpadu di Indonesia, dan menemukan dan mengembangkan penuntutan tindak pidana korupsi untuk diterapkan negara Indonesia agar optimalnya pemberantasan korupsi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, metode sejarah dan metode perbandingan. Dengan sumber data adalah data skunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (penunjang). Data yang diperoleh, baik dari bahan hukum primer, skunder, tersier, serta informasi dari para ahli, maka analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif yaitu analisis isi, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang kewenangan penututan Perkara Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertama, pemberian kewenangan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara tindak pidana korupsi ada dengan pertimbangan penanganan tindak pidana korupsi belum optimal dan menghadapi berbagai kendala, kedua, keberadaan kewenangan penuntutan KPK dalam perkara tindak pidana korupsi dalam Sistem Peradilan Tindak Pidana Terpadu menyebabkan dualisme dengan kewenangan penuntutan Kejaksaan, yang mengesampingkan asas dominus litis (sebagai pengendali proses perkara) dan prinsip een on deelbaar (Kejaksaan satu dan tidak terpisah-pisah), dan ketiga, model penuntutan tindak pidana korupsi untuk diterapkan negara Indonesia untuk optimalnya pemberantasan korupsi dengan pemberian kewenangan yang sama terhadap lembaga-lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi dan pelaksanaan penuntutan melalui satu lembaga untuk menghilangkan dualisme penuntutan perkara tindak pidana korupsi. Disarankan agar kepada para pembuat Undang-undang untuk melakukan perubahan Pasal-Pasal yang bersifat extra ordinary dalam UU KPK juga mengatur kewenangan yang sama kepada lembaga lain yang memiliki kewenangan yang sama, disarankan kepada para pembuat Undang-undang mengupayakan ketentuan yang mempertegas pembatasan kewenangan penanganan perkara tindak pidana korupsi untuk menghindari ketidakpastian hukum dalam hal lembaga mana yang berwenang, dan disarankan kepada pembuat Undang-undang untuk mengupayakan ketentuan yang mengatur penuntutan perkara tindak pidana korupsi dilaksanakan melalui satu jalur agar tercapainya prinsip-prinsip keadilan dalam penegakan hukum. Kata Kunci: Kewenangan, Penuntutan, Dualisme, Tindak Pidana, Korupsi | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan PERTIMBANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENENTUAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI ACEH (STUDI KASUS TERHADAP PERKARA NO.08/PID.TIPIKOR/2014/PT-BNA) (Teuku Rachmad Kurniawan, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |