//

KEBERADAAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (SUATU PENELITIAN DI PROVINSI ACEH)

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Ilyas - Personal Name
SubjectISLAMIC LAW
HERRITAGE
Bahasa Indonesia
Fakultas Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Tahun Terbit 2018

Abstrak/Catatan

Dalam Hukum Islam (syari’ah), tidak didapati ketentuan hukum tentang ahli waris pengganti baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, bahkan istilah pun tidak ada. Di dalam Al-Qur’an dan Hadits hanya mengatur secara rigit mengenai siapa ahli waris dan bagian-bagian ahli waris zawil furudl. Istilah ahli waris pengganti ditemukan dalam ijtihad fuqaha yang disebut fikih. Fikih ini sifatnya dinamis karena fikih hasil nalar hukum (legal reasoning) dari para fuqaha. Pada masyarakat Aceh pada umumnya keberadaan ahli waris pengganti belum diterima, karena masyarakat Aceh berpegang pada fikih klasik yang mengatur mengenai syarat menerima warisan yaitu ahli waris harus hidup pada saat pewaris meninggal dunia. Kelompok ahli waris tersebut dalam hukum adat Aceh disebut kelompok ahli waris patah titi. Sebaliknya dalam praktik di Mahkamah Syar’iyah, ahli waris pengganti diterima sebagai ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Tujuan penelitian ini adalah: Pertama: untuk menemukan dan merumuskan konstruksi (logika/argumen) hukum lembaga ahli waris pengganti sehingga dapat diterima oleh masyarakat sebagai hukum positif. Kedua, untuk menggambarkan pemahaman ulama tentang lembaga ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam. Ketiga, untuk menemukan alasan-alasan masyarakat Aceh menolak keberadaan lembaga ahli waris pengganti sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan keempat, untuk menggambarkan penerapan ahli waris pengganti pada Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Aceh. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis sosiologis yang didukung oleh data sekunder dan data primer. Untuk penelitian yuridis normatif dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sedangkan pendekatan sosiologis dimaksudkan untuk mendapatkan data primer berupa informasi langsung dalam praktik di Mahkamah Syar’iyah dan dengan melihat kenyataan secara langsung yang terjadi dalam masyarakat dalam kaitannya dengan keberadaan ahli waris pengganti di Provinsi Aceh. Data primer dikumpulkan melalui pengedaran kuesioner kepada responden dan wawancara langsung dengan para informan yang telah dipilih. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen hasil vonis hakim Mahkamah Syar’iyah yang berkaitan dengan ahli waris pengganti. Penelitian ini menemukan pertama, konstruksi hukum keberadaan lembaga ahli waris pengganti dalam hukum Islam berdasarkan teori mashlahah, teori keadilan, teori kepastian hukum, teori pembaharuan hukum dan teori ‘urf. Berdasarkan teori mashlahah dapat diketahui bahwa keberadaan lembaga ahli waris pengganti pada dasarnya adalah mendatang mashlahah kepada ahli waris terutama bagi cucu, karena cucu pewaris yang kehilangan orang tuanya yang menjadi tanggung jawab kakek tersebut yang menurut pandangan ulama klasik tidak mendapat warisan kini telah mendapat posisi sebagai ahli waris. Selain itu, keberadaan ahli waris pengganti dimungkinkan berdasarkan surat an-Nisa ayat 8. Apabila dikaitkan dengan teori keadilan, maka hukum yang tersangkut dengan ahli waris pengganti tidak mencerminkan rasa keadilan, karena terhadap masalah yang sama diselesaikan melalui cara yang berbeda. Oleh karena itu keberadaan Kompilasi Hukum Islam dimaksudkan untuk mewujudkan keadaan yang setara untuk semua masyarakat (univikasi hukum). Kalau dikaji secara teoritis bahwa lembaga waris pengganti itu merupakan suatu rangkaian penemuan hukum, di mana hukum itu sebelumnya tidak ada atau sumbernya tidak didapati secara jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits dan ini merupakan tanggung jawab Ulama dan Hakim. Lembaga patah titi yang berlaku dalam masyarakat Aceh dianggap oleh sebagian ulama sebagai ‘urf sesuai dengan kaidah Al-‘adatu muhakkamah. Kedua, sebagian ulama Aceh menolak lembaga ahli waris pengganti karena bertentangan dengan teori kedaulatan Tuhan. Mengacu pada teori kedaulatan Tuhan, oleh karena itu pemikiran Hazairin yang diatuangkan dalam KHI tersebut dianggap bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Bertentangan dengan syarat waris yaitu hidupnya ahli waris di saat kematian pewaris.Alasan lain kalangan ulama yang menerima keberadaan lembaga ahli waris pengganti adalah dipengaruhi oleh pendapat Hazairin dalam menafsirkan surat an-Nisa’ ayat 33. Penafisran Hazairin terhadap adanya penggantian ahli waris dalam hukum Islam merupakan penafsiran yang baru dan belum pernah dipakai oleh mufassirin dan ahli hukum Islam yang terdahulu dan sebagai dasar berlakunya ahli waris pengganti adalah surat an-Nisa’ ayat 8. Ketiga, sebagian masyarakat Aceh menolak keberadaan lembaga ahli waris pengganti karena tidak ada dasar hukumnya (dalil) secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadits, berpegang pada fikih klasik dan pengaruh ‘urf sebelumnya. Keempat, Mahkamah Syar’iyah di Aceh telah menerapkan lembaga ahli waris pengganti yang berpedoman pada Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam. Walaupun dalam pemeriksaan perkara ada pertimbangan lain sebagai pertimbangan tambahan tetapi tidak menjadi suatu pedoman pokok. Penerapan hukum terhadap sistem waris pengganti memang sudah selayaknya diterapkan pada saat sekarang, untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat kita harus menggunakan ijtihad, karena ahli waris pengganti itu merupakan masalah baru dan dapat dirasakan keadilannya oleh masyarakat. Untuk mewujudkan keberadaan lembaga ahli waris pengganti di Provinsi Aceh, berikut ini akan dikemukakan beberapa saran atau rekomendasi; Pertama, kepada Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, untuk dapat bermusyawarah (muzakarah) kembali dalam rangka membicarakan tentang penerapan lembaga ahli waris pengganti dalam Provinsi Aceh, karena lembaga ini telah diimplimentasikan sebagai hukum positif di Mahkamah Syar’iyah bahkan di beberapa negara Islam seperti di Arab, Mesir, Marokko, Syria, Tunisia, Kuwait, Algeria, Irak dan Yordania yang tujuannya agar mendatangkan mashlahah cucu pewaris dalam rangka mewujudkan maqasid al-Syari’ah yaitu memelihara keturunan. Kedua, disarankan kepada pemerintah untuk membuat konstruksi hukum yang lebih lengkap dan terperinci mengenai lembaga ahli waris pengganti dalam undang-undang, sehingga lebih mengikat hakim dalam penerapannya. Ketiga, disarankan kepada akademisi untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesadaran masyarakat terhadap lembaga ahli waris pengganti dan sosialisasi Kompilasi Hukum Islam. Kata Kunci: Keberadaan, Ahli waris Pengganti, Sistem Kewarisan, Kompilasi Hukum Islam

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

HAK AHLI WARIS NON MUSLIM TERHADAP HARTA WARISAN PEWARIS ISLAM DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Fizza Riska, 2015)

KEBERADAAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM SISTEM KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (SUATU PENELITIAN DI PROVINSI ACEH) (Ilyas, 2018)

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB AHLI WARIS TERHADAP HUTANG PEWARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Hamdani, 2018)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PATAH TITI DALAM PEMBAGIAN WARISAN SECARA KEKELUARGAAN (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR) (Riski Ramadana, 2017)

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH SIGLI NOMOR: 291/PDT.G/2013/MS-SGI TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARISAN (Zia Ul Haq, 2016)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy