//

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA (AIR CARRIER) TERHADAP PENUMPANG DISABILITAS KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang RIZKY PRAYOGA - Personal Name

Abstrak/Catatan

Dalam Pasal 9 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dengan Resolusi 61/106 Tahun 2006 yaitu mengatur tentang hak aksesibilitas penggunaan transportasi di tempat umum bagi penyandang disabilitas dan Pasal 134 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dalam ayat (1) memperoleh perlakuan khusus dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pada kenyataannya penyandang disabilitas bernama Dwi Ariyani tidak memperoleh hak tersebut sehingga beliau gagal berangkat ke Swiss karena diturunkan oleh awak kabin pengangkut udara. Akibat perbuatan awak kabin tersebut menimbulkan kerugian kepada Dwi Ariyani, namun kerugian yang dialami ibu dwi ariyani tidak diatur dalam Konvensi Montreal 1999 yang merupakan Konvensi yang mengatur tanggung jawab pengangkut udara internasional. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam hukum pengangkutan udara internasional apakah perbuatan tersebut dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum dan bagaimana perusahaan angkutan udara bertanggung jawab kepada penumpang yang mengalami kerugian. Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini menggunakan penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (konvensi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Hasil dari penulisan ini adalah bahwa perbuatan awak kabin tersebut dapat diminta pertanggung jawabaannya secara hukum berdasarkan prinsip perbuatan melawan hukum dalam pengangkutan internasional yaitu prinsip tanggung jawab mutlak dan untuk mendapatkan tanggung jawab berupa ganti kerugian terhadap korban yaitu korban terlebih dahulu harus mengajukan gugatan di pengadilan dimana korban dapat mengakses lebih mudah artinya dapat diajukan atas pilihan penggugat. Pada kasus ini penggugat mengajukan gugatan di pengadilan penggugat bertempat tinggal. Disarankan negara-negara peserta Konvensi Montreal 1999 agar kedepannya dapat mengatur lebih banyak pasal-pasal kerugian yang belum diatur dan diharapkan kepada pihak pengangkut udara untuk tidak melakukan diskriminasi kembali kepada penumpang penyandang disabiilitas serta diharapkan hakim dalam menyelesaikan perkara ini seadil-adilnya.

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENUMPANG (SUATU PENELITIAN PADA PT. ANGKUTAN SUNGAI DANAU DAN PENYEBERANGAN INDONESIA FERRY (PERSERO) BANDA ACEH) (Nur Hanifah, 2017)

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG PESAWAT UDARA AKIBAT HIJACKING MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PESAWAT GERMANWINGS FLIGHT 9525) (NONONG NADYA RIZQA, 2017)

TANGGUNG JAWAB KOMBATAN ATAS PENGGUNAAN BOM FOSFOR PUTIH (WHITE PHOSPHORUS BOMB) DALAM KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (TINJAUAN KASUS ISRAEL-PALESTINA) (Muhammad Irsan, 2018)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENCURIAN BAGASI PENUMPANG PESAWAT TERBANG (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA BANDA ACEH) (ADE KANA SORAYA, 2018)

TANGGUNG JAWAB YURIDIS ATAS PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN PENGEMBANG (DEVELOPER) ATAS KERUGIAN PIHAK KETIGA (SUATU PENELITIAN DI BANDA ACEH) (Ridha Yucitra, 2015)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy