//
KEWENANGAN GUBERNUR ACEH DALAM PENGGANTIAN PEJABAT ESELON II SETELAH PEMILIHAN KEPALA DAERAH |
|
![]() |
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
Pengarang | SADRUN PINIM - Personal Name |
---|---|
Subject | LOCAL GOVERNMENT - LAW GOVERNOR (EXECUTIVES) EXECUTIVE POWER - LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2018 |
Abstrak/Catatan KEWENANGAN GUBERNUR ACEH DALAM PENGGANTIAN PEJABAT ESELON II SETELAH PEMILIHAN KEPALA DAERAH Sadrun Pinim Husni Jalil 1 Yanis Rinaldi 2 ABSTRAK 3 Aceh salah satu daerah provinsi yang diberikan status otonomi khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentangPemerintahan Aceh. Muatan yang diatur Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 adalah kewenangan Gubernur Aceh dalam penggantian pejabat eselon II. Dalam penggantian pejabat eselon II telah sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Gubernur Aceh dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Prosedur penggantian pejabat eselon II menurut UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pemerintah Aceh tidak sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji kewenangan Gubernur Aceh dalam mengangkat pejabat Eselon IIdan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang membatasi kewenangan Gubernur Aceh sebagai kepala daerah dalam otonomi khusus. Metode penelitian adalah yuridis normatif, spesifikasi preskriptif analitis. Sumber data adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier mengenai Kewenangan Gubernur Aceh dalam Penggantian Pejabat Eselon II Setelah Pemilihan Kepala Daerah. Adapun hasil penelitian menunjukkan pemberlakuan Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang memuat larangan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan kecuali persetujuan tertulis dari Menteri, sesungguhnya menghambat otonomi khusus di Aceh menurut UU No. 11 Tahun 2006. Dalam asas peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana setiap daerah provinsi juga tunduk pada aturan nasional. Menurut asas peraturan perundang-undangan, penerapan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tidak berlaku di Aceh, dan terkait penggantian pejabat eselon II tetap berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, karena Pegawai Negeri Sipil Aceh satu kesatuan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional. Disarankan kepada Pemerintah Pusat dalam membuat peraturan perundangundangan mengacu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undang lainnya. Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, sehingga, memberikan pengecualian untuk Provinsi Aceh sebagai otonomi khusus, agar tidak timbul disharmonisasi peraturan perundang-undangan. Kata kunci: Kewenangan dan Pejabat. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEWENANGAN GUBERNUR DALAM MUTASI JABATAN ESELON II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH ACEH (Mufdar Alianur, 2017) |
|
Kembali ke sebelumnya |