//

PERTIMBANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENENTUAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI ACEH (STUDI KASUS TERHADAP PERKARA NO.08/PID.TIPIKOR/2014/PT-BNA)

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Teuku Rachmad Kurniawan - Personal Name
SubjectCORRUPTION IN GOVERMENT - LAW
Bahasa Indonesia
Fakultas Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Tahun Terbit 2018

Abstrak/Catatan

PERTIMBANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENENTUAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI ACEH (Studi Kasus Terhadap Perkara No.08/Pid.Tipikor/2014/PT-BNA) Teuku Rachmad Kurniawan DR. Dahlan Ali, S.H., M.H. DR. M. Gaussyah, S.H., M.H. ABSTRAK Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan bahwa kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Dalam tahap pemeriksaan di sidang Pengadilan yang dipimpin oleh Hakim, pengajuan tuntutan merupakan salah satu bagian yang penting dan diatur didalam Pasal 182 ayat 1 huruf (a) KUHAP. Pada putusan No. 08/Pid.Tipikor/2014/PT-BNA, hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa di bawah tuntutan jaksa. Yang mana terdakwa di dalam dakwaaan Jaksa Penuntut Umum diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a,b, ayat (2), ayat (3) UU Tipikor Jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Meskipun Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan menurut analisa dan pertimbangannya, namun kenyataannya didalam perkara tindak pidana korupsi hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi dan untuk mengkaji hambatan-hambatan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, dengan sumber data adalah bahan hukum primer, sekunder dan testier. Pembahasan (analisis) dengan cara mengaitkan data terhadap teori-teori, maupun ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Metode pengumpulan data dengan menggunakan data kepustakaan dan data lapangan dengan mewawancarai responden dan informan. Kemudian data tersebut diolah untuk dianalisis secara deskriptif kualitatif melalui beberapa tahapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum yang memberatkan tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi adalah karena terdakwa sebagai penyelenggara pendidikan, perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat, dan karena Terdakwa telah menikmati hasil korupsi. Sementara pertimbangan Jaksa Penuntut Umum yang meringankan tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi adalah karena Terdakwa belum pernah dihukum, dan faktor kemanusiaan terhadap Terdakwa. Hambatan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan berat ringannya tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana korupsi adalah karena hambatan yang bersifat non yuridis dan yuridis. Hambatan yang bersifat non yuridis berupa ; Kompleksitas dari perkara pidana tersebut (terlalu rumitnya kasus tersebut), dan dilakukan oleh sekelompok orang atau instansi yang sangat terorganisasi dalam melakukan tindak pidana tersebut, orang yang melakukan tindak pidana korupsi tersebut adalah orang yang memiliki peran dalam pemerintahan, serta waktu terjadinya tindak pidana baru terungkap setelah bukti-bukti tersebut hilang dan terungkap setelah tenggang waktu yang lama (dalam kasus korupsi). Sementara hambatan yuridis berupa yaitu ; saksi menarik keterangannya, perbedaan persepsi dalam menangani kasus tindak pidana korupsi antar jaksa dan hakim dalam proses pembuktian di persidangan, Perbedaan persepsi antara penyidik dan jaksa penuntut umum mengenai petunjuk dari penuntut umum dalam proses pemeriksaan berkas, serta surat-surat yang dibutuhkan sebagai barang bukti susah untuk didapatkan. Disarankan kepada Jaksa Penuntut Umum dalam proses penyusunan penuntutan terhadap terdakwa hendaknya mempelajari latar belakang Terdakwa tindak pidana korupsi serta mempersiapkan bukti yang akurat yang dapat menunjang tuntutan. Disarankan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan seharusnya melihat hubungan antara Terdakwa dengan saksi, dokumen pembuktian serta latar belakang Terdakwa, agar dalam melakukan penuntutan tercapai kebenaran materiil dalam suatu tindak pidana, dan terciptanya keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan oleh seluruh masyarakat. Kata Kunci ; Kejaksaan dan Tindak Pidana Korupsi

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMOR:27/PID- TIPIKOR/2012/PT-BNA TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (RIZKI SEPTIMAULINA, 2014)

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MEMECAH BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH (Muhammad Taufiq, 2017)

KEWENANGAN PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Satria Ferry, 2019)

STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NOMOR 41/PID.SUS-TPK/2015/PN BNA TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PROYEK TRANSMIGRASI GEUMPANG (ADILLA HAFSARI, 2018)

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH NOMOR 447/PID.B/2012/PN-BNA TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN (Rahmat Fadli, 2015)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy