//
TINJAUAN YURIDIS NORMATIF KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM MELAKUKAN HAK ANGKET TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Harisul Haqi - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan HARISUL HAQI, 2017 ABSTRAK Tinjauan Yuridis Normatif Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Melakukan Hak Angket Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (v,70),pp.,bibl. (M. Zuhri, S.H., M.H.) Pasal 79 Ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) menyebutkan bahwa “Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” namun kenyataannya DPR melakukan hak angket terhadap KPK. KPK diminta oleh anggota Komisi III DPR agar membuka rekaman BAP anggota DPR Miryam S Haryani terkait kasus korupsi e-KTP. KPK tidak dapat memenuhi permintaan Komisi III tersebut. Lalu Komisi III membentuk Pansus hak angket terhadap KPK. Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjelaskan mengenai penggunaan hak angket DPR dalam melakukan penyelidikan terhadap KPK menurut UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3, dan implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK. Metode yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku teks, peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan hak angket DPR terhadap KPK menurut Pasal 79 Ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3, yang menjadi subjek dari hak angket adalah kebijakan atau pelaksanaan Undang-Undang oleh Pemerintah. Implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK, adalah cacat hukum dan DPR melanggar Pasal 79 Ayat (3) UU No 17 Tahun 2014 Tentang MD3 dan menyalahgunakan hak angket, karena DPR menggunakan hak angket pada KPK. Hak angket seharusnya digunakan untuk mengawasi Pemerintah. Bukan untuk Lembaga Negara Penunjang (Auxiliary Organ/ di luar Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) seperti KPK. Disarankan kepada DPR agar memahami Pasal 79 ayat (3), terutama tentang proses mekanisme penggunaan hak angket agar tidak disalahgunakan, sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam penggunaan hak angket, karena hak angket itu digunakan untuk mengawasi pemerintah, bukan untuk lembaga negara penunjang seperti KPK. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEWENANGAN PEMANGGILAN PAKSA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PASAL 73 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (Suriadi, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |