//
KEWENANGAN PENYIDIK MENERBITKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA YANG MENGALAMI GANGGUAN KEJIWAAN (SUATU PENELITIAN DI KEPOLISIAN RESOR KOTA BANDA ACEH) |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Geubrina Raseuki - Personal Name |
---|---|
Subject | CRIMINAL LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK Geubrina Raseuki 2017 Kewenangan Penyidik Menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Terhadap Tersangka Yang Mengalami Gangguan Kejiwaan (Suatu Penelitian di Kepolisian Resor Kota Banda Aceh) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (v,72) pp., bibl. Rizanizarli, S.H., M.H. Penyidik berwenang menghentikan perkara berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf i KUHAP. Penghentian penyidikan suatu perkara pidana haruslah berdasar dan tidak boleh selain dari pada alasan yang diatur dalam ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Akan tetapi pada kenyataannya, Penyidik Polresta Banda Aceh menghentikan suatu perkara pidana dengan alasan-alasan selain dari ketentuan di atas. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dasar pertimbangan penyidik, mekanisme penghentian penyidikan serta hambatan dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap pelaku tindak pidana yang mengalami gangguan kejiwaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris untuk memperoleh data primer dari penelitian lapangan melalui wawancara dari responden dan informan juga penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Penyidik dalam menerbitkan SP3 terhadap pelaku tindak pidana yang mengalami gangguan kejiwaan didasarkan pada pertimbangan, Pertama: menggunakan kewenangan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, Pasal 15 ayat (2) huruf k jo 16 ayat (1) huruf i dan ayat (2) jo Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kedua: penilaian terhadap kasus yang dianggap tidak menimbulkan efek besar pada masyarakat, ketiga: banyaknya perkara yang harus diselesaikan oleh penyidik sehingga mengesampingkan perkara yang dianggap ringan dan keempat: Alternative Dispute Resolution (ADR) sebagai upaya penyelesaian yang lebih cepat dan sederhana. Mekanisme penghentian penyidikan dilakukan dengan cara melakukan gelar perkara secara terbatas dengan menghadirkan Kasat Reskrim, Kanit Penyidik , Kasi Propam, Kasi Vas, Kasubbagkum, pihak pelapor dan ahli. Hambatan dalam menerbitkan SP3 yaitu terkadang sewaktu-waktu pelaku menunjukkan kondisi sedang mengalami gangguan, akan tetapi pada waktu tertentu pelaku kembali menunjukkan perilaku dan kondisi jiwa yang normal. Diharapkan adanya pembaruan hukum melalui upaya legislasi terhadap alasan-alasan penerbitan SP3 terhadap pelaku tindak pidana yang mengalami gangguan kejiwaan sehingga dapat mewujudkan rasa keadilan bagi setiap warga Negara dalam kondisi apapun, serta adanya mekanisme ganti kerugian materil akibat perbuatan pelaku kepada keluarga pelaku jika perkaranya dihentikan. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan TINJAUAN YURIDIS PENGHENTIAN PEMERIKSAAN PERKARA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA (SUATU PENELITIAN PADA POLRESTA KOTA BANDA ACEH) (TANISA ATILA, 2019) |
|
Kembali ke sebelumnya |