//
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 33/PUU-XIII/2015 TENTANG PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Akbarul Fajri - Personal Name |
---|---|
Subject | COURT RULES SUPREME COURTS |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK AKBARUL FAJRI, ZAHRATUL IDAMI, S.H., M.Hum. Negera Kesatuan Republik Indonesia telah menjamin setiap persamaan hak dan keadilan bagi setiap warga negaranya sebagaimana tertulis dalam Pasal 28D (1) UUD 1945, yang bunyinya “setiap warga Negara memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta hak konstitusional untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum”. Namun cita-cita keadilan dan persamaan hak tersebut telah hilang dengan berlakunya Pasal 7 huruf r dan Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilukada, Yang melarang keluarga petahana maju menjadi calon kepala daerah dan mengistimewakan anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan tidak mengharuskan mengundurkan diri ketika mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah untuk menjelaskan pertimbangan hukum dari Hakim Konstitusi dan menjelaskan analisis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIII/2015 tentang Pemilukada. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah bersifat perspektif (analisis data) dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk dalam penelitian yuridis normatif yakni penelitian perpustakaan (library research) dengan cara mengumpulkan bahan hukum Primer, Sekunder dan Tersier. Dalam putusan Nomor 33/PUU-XIII/2015 Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal 7 huruf r oleh karena pembatasan hak bagi keluarga petahana untuk maju dalam pemilukada tidaklah beralasan secara Hukum dan bersifat diskriminatif, karena pembatasan suatu hak tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk menegakkan suatu keadilan sesuai dengan pertimbangan moral, sebagaimana pula tertulis dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. dan menafsirkan pasal 7 huruf s yang mengharuskan pengunduran diri bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD jika ingin maju mencalonkan diri sebagai kepala Daerah sehingga tak adalagi perbedaan perlakuan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dan terciptalah keadilan, dan kepastian Hukum ditengah-tengah masyarakat, terhadap persoalan pencalonan Kepala Daerah di dalam Pemilukada yang diatur didalam Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang pemilukada. Dalam merumuskan suatu norma perundang-undangan DPR bersama-sama dengan Presiden seharusnya lebih bijak dan mengedepankan aspek yuridis, bukan malah memanfaatkan hukum untuk kepentingan tertentu, sehingga prinsip equality before the law, dan non diskriminatif pun dapat di tegakkan sebagai ciri dari Negara Hukum yang Demokratis. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU XII/2015 TENTANG KEIKUTSERTAAN CALON TUNGGAL PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (MUHAMMAD DAVID ADAM, 2016) |
|
Kembali ke sebelumnya |