//
PENOLAKAN TUNTUTAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI OLEH HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI (SUATU PENELITIAN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI BANDA ACEH) |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | DIANDRA AYASHA SOESM - Personal Name |
---|---|
Subject | CORRUPTION IN GOVERNMENT- LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK DIANDRA AYASHA SOESMAN PENOLAKAN TUNTUTAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI OLEH HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI (Suatu Penelitian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (vii, 81) pp., tabl., bibl., app. RIZANIZARLI, S.H., M.H. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur tentang pidana tambahan bagi terdakwa korupsi berupa pembayaran uang pengganti yang mana dibebankan kepada terdakwa dalam upaya pengembalian kerugian negara yang disebabkan olehnya. Dalam prakteknya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh ada penolakan tuntutan pidana pembayaran uang pengganti. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menolak tuntutan pidana pembayaran uang pengganti dan menjelaskan kedudukan uang pengganti dalam upaya pengembalian uang negara. Data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis ilmiah. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara secara langsung dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa Hakim Pengadilan TIPIKOR Banda Aceh dalam menjatuhkan pidana uang pengganti selain berpedoman pada UUTPK juga berpedoman pada Pasal 1 PERMA Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti, yaitu perhitungan uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari hasil korupsi bukan melihat dari kerugian negara. Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana uang pengganti apabila tidak terbukti ada hasil korupsi yang ia nikmati serta terdakwa yang melakukan kealpaan (culpa), yaitu hanya sebagai sarana bagi orang lain melakukan korupsi sehingga perbuatannya itu menyebabkan memperkaya orang lain, maka tidak dapat dibebankan untuk membayar uang pengganti. Penerapan ketentuan uang pengganti belum berhasil secara maksimal dalam upaya pengembalian uang karena regulasi yang membingungkan serta menyulitkan penegak hukum dalam menentukan besaran uang pengganti dan melacak harta kekayaan terdakwa sehingga bisa saja terdakwa bebas dari beban pembayaran uang pengganti. Disarankan agar regulasi pembayaran uang pengganti pada UUTPK segera direvisi agar permasalahan uang pengganti sebagai upaya pengembalian kerugian uang negara dapat terlaksana secara maksimal, yaitu dengan cara memberikan kebijakan harus membebankan terdakwa agar membayar uang pengganti sebesar kerugian negara yang disebabkan olehnya, tidak hanya hasil yang diperolehnya dari tindak pidana korupsi. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan PENEGAKAN HUKUM OLEH PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP KORUPTOR (SUATU PENELITIAN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI KELAS I A BANDA ACEH) (Gerry Alidin, 2020) |
|
Kembali ke sebelumnya |