//
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MEMECAH BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Muhammad Taufiq - Personal Name |
---|---|
Subject | CRIMINAL LAW |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK MUHAMMAD TAUFIQ, 2017 KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MEMECAH BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala ( v, 57 ) pp., tabl., bibl. (IDA KEUMALA JEUMPA, S.H., M.H.) Pemecahan berkas perkara (splitsing) diatur dalam Pasal 142 KUHAP dimana pemecahan berkas perkara (splitsing) merupakan domain penuntut umum dan prosesnya dilakukan penyidik setelah adanya permintaan penuntut umum. Namun dalam praktek, ditemukan beberapa kasus penyidik telah mulai melakukan pemecahan berkas perkara pada tahap penyidikan. Hal ini dapat dilihat dari laporan polisi perkara tindak pidana narkotika yang ditangani oleh kepolisian resor kota (Polresta) Banda Aceh pada tahun 2015 yakni sebanyak 102 kasus, dimana 47 kasus penyelesaian berkas perkaranya dilakukan melalui mekanisme pemecahan berkas perkara (splitsing) yang telah dilaksanakan pada tahap penyidikan, artinya pelimpahan berkas perkara tahap pertama kepada penuntut umum telah dalam keadaan dipecah (splitsing). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan penyidik dalam melakukan pemecahan berkas perkara pada tahap penyidikan tanpa permintaan penuntut umum dan menjelaskan konsekuensi hukum terkait pemecahan berkas perkara oleh penyidik tanpa permintaan penuntut umum terhadap legalitas penyidikan. Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan deskripsi kualitatif dimana data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara responden atau informan dan data sekunder yang diperoleh dari Sat Res Narkoba Polresta Banda Aceh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan penyidik dalam melakukan pemecahan berkas perkara pada tahap penyidikan adalah: (1) faktor efisiensi untuk mempercepat penyelesaian berkas perkara dan dapat segera diajukan kepada penuntut umum (2) untuk mempermudah penuntut umum dalam mengidentifikasi deskripsi tindak pidana yang ditangani (3) fakta bahwa pemecahan berkas perkara akan selalu menjadi poin petunjuk umum (P19) jika penyidik hanya menyatukan beberapa pelaku tindak pidana kedalam satu berkas. Sedangkan konsekuensi hukum terhadap pemecahan berkas perkara yang dilakukan oleh penyidik tidak diatur dalam pasal 142 KUHAP. Selain itu, untuk alasan efisiensi penuntut umum tidak keberatan dengan kewenangan yang dilangkahi penyidik dalam hal pemecahan berkas perkara oleh penyidik tanpa menunggu petunjuk (P19) terlebih dahulu. Disarankan agar Polri membuat kesepakatan kerja dengan pihak kejaksaan tentang petunjuk teknis pelaksanaan pemecahan berkas perkara, sehingga tidak ada kesan penyidik melangkahi kewenangan penuntut umum dalam melakukan pemecahan berkas perkara. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PEREDARAN NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH ) (Satria Jefri, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |