//
PEMBERHENTIAN SEMENTARA TERHADAP KEPALA DAERAH YANG DI TETAPKAN SEBAGAI TERDAKWA |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | SYAMSUL BAHRI - Personal Name |
---|---|
Subject | CRIMINAL INVESTIGATION |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun pada pelaksanaannya Presiden tidak memberhentikan sementara kepala daerah DKI Jakarta yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dengan nomor perkara 1537/PidB/2016/PNJktutr atas dugaan penodaan agama sebagaimana yang dijelaskan didalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang penyebab kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa tidak diberhentikan sementara, kemudian menjelaskan bagaimana penafsiran Pasal 83 ayat (1) Undang-undang Pemerintahan Daerah dan bagaimana kaitannya dengan Pasal 156a KUHP, serta bagaimana mekanisme pemberhentian sementara kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif, maka metode pengumpulan data yang tepat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tela’ah peraturan perundang-undangan, telaah kepustakaan dan hasil diskusi dengan para ahli di bidang Hukum Tata Negara dan/atau ahli di bidang Hukum Pidana. Berdasarkan penelitian, yang menyebabkan kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa tidak diberhentikan sementara adalah karena menunggu kepastian tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Penafsiran Pasal 83 ayat (1) Undang-undang Pemda dan Pasal 156a KUHP memiliki perbedaan ancaman pidana, untuk Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Pemda frasanya “paling singkat lima tahun” sedangkan dalam Pasal 156a KUHP frasanya “paling lama lima tahun”. Adapun mekanisme pemberhentian sementara terhadap kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta Menteri Dalam Negeri untuk bupati dan/atau wakil bupati serta wali kota dan/atau wakil wali kota. Disarankan kepada Presiden untuk melakukan pemberhentian sementara terhadap kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa jika perkaranya sudah terdaftar di pengadilan. Serta kepada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dapat memberikan penjelasan terhadap ketentuan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah agar tidak terjadi multitafsir. | |
Tempat Terbit | Hoboken, NJ |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEWENANGAN BUPATI DALAM PEMBERHENTIAN KEUCHIK (STUDI DI KECAMATAN SEUNAGAN KABUPATEN NAGAN RAYA) (M NAHYAN ZULFIKAR, 2017) |
|
Kembali ke sebelumnya |