//
MEKANISME MUTASI PEJABAT STRUKTURAL YANG DILAKUKAN OLEH GUBERNUR ACEH |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | Muhammad Zahrul Mubaraq - Personal Name |
---|---|
Subject | GOVERNMENT EMPLOYEES |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK M ZAHRUL MUBARAQ, MEKANISME MUTASI PEJABAT STRUKTURAL YANG DILAKUKAKN OLEH GUBERNUR ACEH Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala 2017 (vii, 65), pp., bibl. (Prof. Dr. Husni. S.H, M.Hum ) Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Bahwa Gubernur Aceh tidak dapat lagi melakukan pergantian pejabat Struktural, dalam hal ini kalau di Aceh disebut Satuan Kerja Perangkat Aceh atau SKPA, karena mengingat masa jabatan Gubernur Aceh terhitung hanya tinggal 3 (tiga) bulan lagi yang berakhir pada 25 juni 2017. Gubernur juga menggantikan atau melakukan pergantian pejabat struktural Eselon II tanpa surat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) seperti yang dicantumkan dalam Pasal 71 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui mutasi pejabat yang dilakukan oleh Gubernur sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Untuk mengetahui konsekuensi hukum mutasi dilakukan tanpa melalui prosedur perundang-undangan yang berlaku. Data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian hukum normatif (studi kepustakaan). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan menganalisis melalui data dan bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, yurisprudensi, buku, doktrin dan jurnal hukum. Hasil dari penelitian kepustakaan menunjukkan bahwa Gubernur Aceh harus mendapatkan surat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dikarenakan juga menjadi pasangan calon Gubernur Aceh pada Pilkada serentak 2017, dalam perspektif hukum administrasi negara, sesungguhnya tindakan gubernur memutasi pejabat di jajaran Pemerintah Aceh bisa berbentuk legal bersyarat (legalitas bersyarat). Sanksi administratif yang bisa dijatuhkan kepada pejabat yang melanggar Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bisa dikenakan pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan atau pemberhentian sementara dengan tanpa memperoleh hak-hak jabatan. Disarankan Seharusnya Gubernur meminta persetujuan / izin tertulis terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri sebelum melakukan mutasi, bukan sesudah melakukan mutasi Pejabat Struktural Eselon II meminta izin tertulis, sehingga tidak ada dampak buruk atau konsekuensi baik bagi Gubernur sendiri maupun kepada pejabat yang telah dilantik, Seharusnya gubernur tetap harus tunduk pada peraturan tersebur, walaupun secara eksplisit tidak ada sanksi administrasinya pada akhir masa jabatan. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEWENANGAN GUBERNUR DALAM MUTASI JABATAN ESELON II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH ACEH (Mufdar Alianur, 2017) |
|
Kembali ke sebelumnya |