//

PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT ACEH BARAT SELATAN TERHADAP PENETAPAN MALIK MAHMUD AL-HAYTAR SEBAGAI WALI NANGGROE ACEH

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang Muhammad Firdaus - Personal Name
SubjectPUBLIC OPINION
Bahasa Indonesia
Fakultas FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Tahun Terbit 2016

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Terbentuknya Lembaga Wali Nanggroe merupakan hasil kesepakatan perdamaian antara RI dan GAM. Hasil nota kesepahaman tersebut, Pemerintah Pusat mengeluarkan UUPA/11/2006. Implementasi UUPA melahirkan Perda Nomor 8 tahun 2012 tentang LWN. Perda Lembaga Wali Nanggroe disahkan pada tanggal 2 November 2012 oleh DPRA dan ditandatangani oleh Gubernur Zaini Abdullah pada tanggal 19 November 2012. Selanjutnya pada 16 Desember 2013 Pemerintah Aceh melantik Malik Mahmud Al-Haytar sebagai WN. Pelantikan tersebut mendapat kritikan serta penolakan, sebagian masyarakat menganggap penetapan Malik Mahmud Al-Haytar tidak melalui mekanisme dari ketentuan dan syarat yang tertuang dalam pasal 17 dan 18 perda LWN. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pandangan tokoh mayarakat Aceh Barat Selatan terhadap sosok Malik Mahmud Al-Haytar, dan faktor terjadinya Pro Kontra, serta implikasi selama Malik Mahmud menjadi WN. Data yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku teks, jurnal, peraturan perundang-undangan, dll, yang berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung informan yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh masyarakat ABAS memiliki berbagai pandangan bahwa penetapan Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Pimpinan Lembaga WN merupakan hasil musyawarah elemen partai dan tokoh masyarakat. Sedangkan sebagian tokoh masyarakat lainnya berpandangan bahwa penetapan Malik Mahmud Al-Haytar tidak transparansi serta proses penetapan tersebut tidak melalui mekanisme dari ketentuan syarat. Faktor muncul pro kontra dikarenakan Sosok Malik Mahmud Al-Haytar yang pengalaman sosial dan pengalaman yang kurang memadai dan tidak mencerminkan karisma seorang Wali. Hal inilah yang dianggap oleh tokoh masyarakat ABAS timbulnya pro kontra. Implikasi selama Malik Mahmud menjadi WN hanyalah sekedar acara Seremonial. Sedangkan solusi, proses pemilihan serta penetapan WN diharapkan kedepan harus sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, agar proses tersebut mencerminkan demokrasi yang baik. Untuk WL sekarang diharapkan lebih profesional, konsepsual dan lebih terarah tujuannya. Kata Kunci: kepemimpinan, Persepsi

Tempat Terbit Banda Aceh
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH DALAM PENGANGKATAN KEMBALI MALIK MAHMUD AL-HAYTAR SEBAGAI WALI NANGGROE PERIODE 2018-2023 (ELIZA RAHAYU PRATAMA, 2019)

PRO DAN KONTRA LEMBAGA WALI NANGGROE DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TENGAH (Rahmadsyah, 2016)

PRO KONTRA LEMBAGA WALI NANGGROE DAN POTENSINYA TERHADAP KONFLIK PERPECAHAN SUKU DI PROVINSI ACEH (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ANTAR SUKU DAN PAGUYUBAN MAHASISWA DI PROVINSI ACEH (MUHAMMAD ARIS YUNANDAR, 2013)

PERSEPSI TOKOH ADAT KOTA SUBULUSSALAM TERHADAP PEMBENTUKAN LEMBAGA WALI NANGGROE (ahmad afandi sambo, 2015)

MENGUJI INDEPENDENSI WALI NANGGROE BERDASARKAN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2013 (Mauliza Effendi, 2017)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy