//
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH TAKENGON NOMOR 120/PDT.P/2013/MS-TKN TENTANG PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | NANDA NADIA - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan ABSTRAK NANDA NADIA, STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH TAKENGON NOMOR : 120/Pdt.P/ 2013/MS-Tkn TENTANG PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 2016 Falkultas Hukum Universitas Syiah Kuala (iv, 61) pp., bibl., app. ( Muzakkir Abubakar, S.H., S.U.) Pasal 7 ayat (1) UU No.1/1974 tentang syarat-syarat perkawinan, menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Meskipun demikian, kenyataannya masih ada terjadinya perkawinan pada anak di bawah umur walaupun undang-undang perkawinan telah mengatur batasan umur seseorang untuk melangsungkan perkawinan. Umur mereka belum memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Hal ini sebagaimana yang terjadi dalam putusan perkara Nomor 120/Pdt.P/2013/MS-Tkn tentang permohonan dispensasi kawin terhadap anak di bawah umur. Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahuipertimbangan hakim Mahkamah Syar’iyah Takengondalam putusan Nomor 120/Pdt.P/2013/MS-Tkn tentang permohonan dispensasi kawin terhadap anak di bawah umurtelah sesuai atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan akibat hukum yang ditimbulkan oleh putusan Hakim Mahkamah Syari’iyah dengan Nomor perkara 120/Pdt.P/2013/MS-Tkn. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau disebut juga dengan penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi kepustakaan dengan cara menentukan kasus dan mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam studi kasus ini, yaitu mengenai perkawinan di bawah umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Majelis Hakim alasan Pemohon yang ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur tersebut dapat dibenarkan karena sesuai dengan kaidah fiqhiyah: “bahwa menolak dan menghindari mafsadat adalah lebih utama didahulukan daripada mengambil kemashlahatannya”. Menurut Hakim bahwa Pemohon tidak sekedar menghindari mafsadat yang mungkin terjadi, tetapi terdapat mashlahat, kebaikan dan juga manfaat. Dalam pertimbangannya, hakimmemutuskan berdasarkan kaidah fiqhiyah saja dan mengedepankan kemashlahatannya, serta tidak mempertimbangkan mafsadat yang lebih banyak terjadi di kemudian hari.Akibat hukum yang ditimbulkan setelah anak melakukan perkawinan di bawah umur adalah telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum atau ia tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya lagi. Oleh karena perkawinan ini anak telah dianggap dewasa yang artinya seseorang yang belum dewasa menjadi sama dengan orang yang telah dewasa, baik untuk tindakan tertentu maupun untuk semua tindakan, sehingga ia memiliki kedudukan yang sama dengan orang dewasa. Disarankan kepada pemerintahagar lebih meningkatkan penyuluhan hukum kepada masyarakat, khususnya kepada remaja yang telah menginjak dewasa, agar dapat menunda usia perkawinan mereka demi tercapainya hak mereka sebagai seorang pelajar.Disarankan kepada majelis hakim agar dalam memberikan putusannya tidak hanya didasarkan pada kaidah fiqhiyah saja, tetapi juga melihat dasar hukum lainnya dan benar-benar mampu memutuskan seadil-adilnya dan juga memperketat persyaratan-persyaratan dalam mengajukan izin dispensasi kawin terhadap anak di bawah umur, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah kasus perkawinan anak di bawah umur. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUD KASUS PUTUSAN MAHKAMAH SYAR'IYAH BANDA ACEH NOMOR 0200/PDT.G/2015/MS-BNA TENTANG HAK ASUH ANAK OLEH AYAH SETELAH PERCERAIAN (SAIFUL RAHMAN, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |