//
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH BESAR) |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | MHD HENDRA HIDAYAT BHR - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan ABSTRAK MHD HENDRA HIDAYAT BHR, 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP NIKAH di BAWAH TANGAN DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Besar) (iv, 56), pp., bibl. Muzakkir Abubakar, S.H.,S.U. Dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditentukan bahwa "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Pasal 2 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975 juga diatur bahwa Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk. Selanjutnya Pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada intinya menentukan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan tanpa sepengetahuan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun dalam praktek perkawinan di bawah tangan hingga kini masih terjadi termasuk dalam hal ini di wilayah Kabupaten Aceh Besar Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya perkawinan di bawah tangan di Kabupaten Aceh Besar, akibat hukum perkawinan di bawah tangan terhadap istri dan anak apabila terjadi perceraian sertausaha yang dapat ditempuh oleh pihak isteri dan anak untuk memperoleh haknya apabila terjadi perceraian. Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis, sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya perkawinan dibawah tangan adalah tidak terpenuhinya syarat berpoligami, adanya halangan untuk berpoligami, masyarakat kurang mengerti pentingnya pencatatan perkawinan, dan faktor agama yang menjadi dalil pembenaran serta faktor anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan tidak menikah tidak dihargai. Akibat hukum perkawinan di bawah tangan terhadap istri dan anak apabila terjadi perceraian adalah Perkawinan dianggap sebagai perkawinan yang tidak sah, anak yang lahir dari perkawinan tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu serta anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan. Usaha yang dapat ditempuh oleh pihak isteri dan anak untuk memperoleh haknya apabila terjadi perceraian adalah dengan lebih dahulu melakukan usaha untuk mengesahkan perkawinan yang dilakukan sebelumnya, bagi pihak beragama Islam dilakukan dengan pengajuan itsbat nikah dan melakukan perkawinan ulang. Dan pihak non Islam dapat melakukan perkawinan ulang dan pencatatan perkawinan serta pengakuan anak. Disarankan perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk dalam hal pencatatan perkawinan. Kepada pihak suami disarankan agar melaksanakan ketentuan dalam proses pernikahan termasuk memberikan perlindungan dan nafkah terhadap hak isteri dan anak. Kepada pihak Departemen Agama dalam hal ini Pegawai Pencatat Nikah (PPN) agar dapat lebih proaktif dalam mensosialisasikan tentang pentingnya pencatatan perkawinan dalam memperjelas status hubungan suami isteri, hak dan kewajiban serta perlindungan terhadap anak dalam perkawinan. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM PENANGGULANGAN PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR (ELI DANI ISMA, 2018) |
|
Kembali ke sebelumnya |