//

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1110 K/PID.SUS/2012 TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN TANPA SURAT IZIN

BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak
Pengarang SHARA NILZA MUTIA - Personal Name

Abstrak/Catatan

ABSTRAK Shara Nilza Mutia, STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI 2015 MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1110 K/Pid.Sus/2012 TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MELAKUKAN PRAKTIK KEDOKTERAN TANPA MEMILIKI SURAT IZIN Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (v,53),pp,bibl,app. (MUKHLIS, S.H., M.Hum.) Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1110 K/Pid.Sus/2012 memutuskan bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 76 yang berbunyi “setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik...” dan Pasal 79 huruf c Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi “dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a...” Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan menghukum Terdakwa 1 tahun 6 bulan. Kenyataannya, dalam putusan tersebut hakim masih menggunakan kedua pasal yang sudah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Penulisan studi kasus ini untuk menjelaskan bahwa putusan No.1110 K/Pid.Sus/2012 tidak tepat karena hakim yang menggunakan dasar hukum yang telah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi serta menjelaskan faktor yang membedakan antara putusan Pengadilan Negeri dengan putusan Mahkamah Agung sehingga prinsip keadilan, kepastian, dan kemanfaatan tidak tercapai. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti data sekunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dari putusan Kasasi Mahkamah Agung No.1110 K/Pid.Sus/2012, peraturan perundang-undangan, kamus hukum, buku-buku dan artikel. Hasil analisis menunjukkan bahwa Penerapan Pasal 76 dan Pasal 79 huruf c Undang-undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak tepat. Karena dasar hukum yang digunakan oleh Hakim Mahkamah Agung tersebut sudah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PUU-V/2007. Perbedaan Putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan Terdakwa “lepas dari segala tuntutan hukum” dengan Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Terdakwa terbukti bersalah, hasil analisis juga menunjukkan putusan yang dijatuhkan belum memenuhi unsur kepastian hukum dan keadilan bagi para dokter. Disarankan agar Hakim lebih berhati-hati dan cermat dalam memutuskan suatu perkara karena keputusan hakim tersebut dapat menentukan hidup dan martabat seseorang. Hakim harus melakukan penemuan hukum sebelum memutus perkara.

Tempat Terbit
Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS)

Share Social Media

Tulisan yang Relevan

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 365 K/PID/2012 TENTANG TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER (ANDRI WIBISONO, 2014)

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 189 K/PID/2017 TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (FRISCA DWI SENTIKA, 2019)

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 102 K/PID/2018 TENTANG TINDAK PIDANA “MENGGERAKKAN ORANG LAIN MELAKUKAN PENGRUSAKAN” (NINDAH OKTAVYUNI, 2019)

KEKUATAN HUKUM SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (RIDHA SYAHFUTRA, 2016)

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1240 K/PDT.SUS-BPSK/2017 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI BPSK TANPA PERSETUJUAN SALAH SATU PIHAK (AL QADRI, 2019)

  Kembali ke sebelumnya

Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi

   

© UPT. Perpustakaan Universitas Syiah Kuala 2015     |     Privacy Policy