//
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 3/SKLN-XI/2013 TENTANG KEWENANGAN PEMBENTUKAN BAWASLU PROVINSI ACEH |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Permintaan Versi cetak |
|
Pengarang | SADRUN PINIM - Personal Name |
---|---|
Subject | ELECTIONS PROCEDURES COURTS RULES |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum |
Tahun Terbit | 2015 |
Abstrak/Catatan ABSTRAK (Zainal Abidin. S.H.,M.Si) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan syarat mengajukan gugatan/permohonan dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi salah satunya adalah lembaga Negara. Pasal 61 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 menyatakan, pemohon adalah lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang persengketakan. Bawaslu berpendapat kewenangan konstitusionalnya diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terkait pembentukan Panwaslu Aceh. Oleh karena itu, Bawaslu menggugat sengketa kepada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak atau menerima gugatan Bawaslu. Dalam penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pertimbangan hakim Mahkamah konstitusi dalam putusan Nomor 3/SKLN-XI/2013 mengenai kewenangan pembentukan Bawaslu di Provinsi Aceh, dan untuk mengetahui dan mengkaji dampak dari putusan tersebut terhadap pengawasan pemilu di Aceh. Untuk memperoleh data dalam penulisan studi kasus ini, digunakan metode yuridis normatif penelitian kepustakaan (library research), dengan mempelajari buku-buku, jurnal, makalah, peper, serta peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas. Hasil penelitian bahwa Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara Nomor 3/SKLN-XI/2013 dengan tidak pertimbangkan permasalahan kewenangan pembentukan Bawaslu Provinsi, yakni Bawaslu Provinsi Aceh, adalah permasalahan yang sangat penting untuk segera diselesaikan karena hal tersebut memiliki pengaruh yang besar pada pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Oleh karenanya, menurut Mahkamah, Pemohon dan para Termohon harus memusyawarahkan penyelesaian masalah tersebut dalam rangka segera terbentuknya Bawaslu Provinsi maupun Panwaslu Kabupaten/Kota. Akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bahwa subjektum litis dan objektum litisnya tidak memenuhi syarat, maka Bawaslu Provinsi Aceh dan Panwaslu Kabupaten/Kota yang telah ditentukan oleh Bawaslu tetap melaksanakan tugas dan kewenangannya sebelum disepakati untuk dibentuk lain. Harus kembali pemahaman hukum itu sendiri secara baik. Sehingga tidak timbul persoalan antara Bawaslu dan DPR Aceh dikemudian hari. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service | Hard copy atau foto copy dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan isi formulir online (Chat Service LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (RIZKI RYAN OCTA, 2016) |
|
Kembali ke sebelumnya |