MALAHAYATI. HAKIKAT BERLAKUNYA PRINSIP NON-REFOULEMENT SEBAGAI HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI DI INDONESIA. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala, 2018

Abstrak

Hakikat berlakunya prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan internasional dalam penanganan pengungsi di indonesia menjadi menarik untuk dikaji. pasal 33 konvensi 1951 tentang pengungsi menyebutkan bahwa negara anggota dilarang mengusir atau mengembalikan pengungsi dengan cara apa pun ke wilayah dimana hidup dan kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politiknya. pada kenyataannya, banyak negara anggota yang tidak menjalankan prinsip ini dengan benar. di sisi lain, indonesia sebagai negara non-anggota secara konsisten menjalankan prinsip non-refoulement, meskipun belum memiliki instrumen hukum tentang penanganan pengungsi. untuk itu, penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) bagaimanakah pengaturan konsep prinsip non-refoulement dalam berbagai sistem hukum? (2) bagaimanakah kedudukan prinsip non-refoulement dalam berbagai sistem hukum? (3) apakah hakikat berlakunya prinsip non-refoulement dalam

Baca Juga : KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENGUNGSI OLEH PEMERINTAH RNAUSTRALIA DITINJAU DARI PRINSIP NON-REFOULEMENT DALAM RNCONVENTION RELATING TO THE STATUS OF REFUGEES, 1951 (PUTRI MARIATI, 2015) ,

Baca Juga : PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DI INDONESIA (TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL) (IDA TUTIA RAKHMI, 2018) ,

enanganan pengungsi di indonesia? penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan, dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sejarah, perundang-undangan, perbandingan, studi kasus, dan filosofis terhadap bahan hukum yang ada, kemudian dianalisis secara preskriptif analitis. kesimpulan penelitian disertasi ini adalah: (1) masing-masing sistem hukum memiliki perbedaan dalam pengaturan konsep prinsip non-refoulement. secara garis besar, perbedaan tersebut dapat dianalisis berdasarkan para pihak yang terikat maupun yang dilindungi, batasan territorial kewajiban terhadap prinsip non-refoulement, perbuatan yang dilarang, wilayah atau tempat yang dilarang, serta bentuk-bentuk ancaman yang dihadapi. adapun persamaannya adalah prinsip non-refoulement berdasarkan pada asas perlindungan hak-hak dasar, khususnya perlindungan jiwa manusia; (2) kedudukan prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan telah dipraktikkan oleh masyarakat internasional dalam berbagai sistem hukum, bahkan sebagian ahli telah menyatakan bahwa kedudukan prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan internasional yang tidak dapat dikurangi kewajiban pelaksanaannya; (3) indonesia telah mempraktikkan prinsip non-refoulement selama ini dengan pendekatan kedaulatan negara absolut. pada hakikatnya indonesia mentaati prinsip non-refoulement didasarkan pada alasan moralitas, kebutuhan sebagai sesama masyarakat internasional dan solidaritas bangsa-bangsa, terutama nilai-nilai kemanusiaan yang telah terinternalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. saran yang ditawarkan adalah: (1) pengaturan pasal 33 konvensi 1951 masih belum secara tegas mengatur tentang batasan kewajiban prinsip non-refoulement. untuk itu, pada tataran internasional, perlu dirumuskan sebuah instrumen hukum tambahan yang menjelaskan secara jelas konsep penerapan prinsip non-refoulement yang seragam dan universal sebagai panduan, sehingga tidak ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing negara; (2) kedudukan prinsip non-refoulement sebagai hukum kebiasaan internasional perlu diatur kembali dalam instrumen hukum nasional masing-masing negara, khususnya negara-negara non-anggota konvensi, sehingga memiliki kekuatan mengikat pada tataran internasional maupun nasional; (3) indonesia perlu mengatur dan merumuskan konsep prinsip non-refoulement yang selaras dengan hukum internasional dengan tetap mempertahankan kepentingan nasional dan nilai-nilai moral

Pengarang tidak dapat memberikan Full Text secara langsung, untuk mendapatkan full text silahkan menghubungi email pengarang : mala_rahman@yahoo.com atau dapat mengisi Form LSS di bawah.

Literature Searching Service



Tulisan yang relevan

PERANAN UNITED NATIONS HIGH COMMISIONER FOR REFUGEE (UNHCR) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI ANAK ROHINGYA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP PENGUNGSI ANAK ROHINGYA DI ACEH) (FERDIANSYAH PUTRA, 2019) ,

THE PROTECTION OF EDUCATIONAL RIGHTS FOR CHILD LABOUR ( A CASE STUDY OF CHILD LABOUR AT HORSE STABLE IN CENTRAL ACEH, INDONESIA) (Khairatunnisa, 2019) ,

TINJAUAN YURIDIS KONVENSI HAK ANAK TAHUN 1989 TERHADAP PENGUNGSI ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Uswatun Hasanah, 2015) ,


Kembali ke halaman sebelumnya


Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi