MUHAMMAD ARIS YUNANDAR. PRO KONTRA LEMBAGA WALI NANGGROE DAN POTENSINYA TERHADAP KONFLIK PERPECAHAN SUKU DI PROVINSI ACEH (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ANTAR SUKU DAN PAGUYUBAN MAHASISWA DI PROVINSI ACEH. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala, 2013

Abstrak

Abstrak (prof. drs. abidin hasyim, m.sc, dr. mohd. din, sh, mh) qanun lembaga wali nanggroe adalah turunan dari undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan aceh (uupa) yang merupakan buah dari nota kesepahaman antara pemerintah republik indonesia dan gerakan aceh merdeka (gam) di helsinki pada tahun 2005. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pro kontra yang terjadi di dalam masyarakat terkait lembaga wali nanggroe. selain itu, ingin melihat apakah keberadaan lembaga tersebut berpotensi terhadap konflik disintegrasi suku yang ada di aceh. untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara mengkaji buku- buku, peraturan perundang-undangan dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. kemudian penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer yang dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan

Baca Juga : PERSEPSI TOKOH ADAT KOTA SUBULUSSALAM TERHADAP PEMBENTUKAN LEMBAGA WALI NANGGROE (ahmad afandi sambo, 2015) ,

Baca Juga : PRO DAN KONTRA LEMBAGA WALI NANGGROE DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TENGAH (Rahmadsyah, 2016) ,

n. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lembaga wali nanggroe adalah konsep baru yang dapat mempersatukan suku-suku di aceh kalau dapat diakomodir dan dijalankan dengan baik. namun, dapat berpotensi konflik jika sosok yang ditunjuk sebagai pemangku wali nanggroe tersebut adalah malik mahmud al-haytar karena ada asumsi dalam masyarakat bahwa sosok tersebut hanyalah keinginan kelompok dominan yang sedang berkuasa di legislatif dan eksekutif, yaitu partai aceh. selain itu, soal kewenangan lembaga tersebut yang diatur dalam qanunnya telah melampaui apa yang diamanahkan oleh undang-undang diatasnya yaitu uupa. saran yang dapat diberikan adalah pemerintah, dalam hal ini eksekutif dan legislatif harus membicarakan ulang aturan-aturan dalam qanun lembaga wali nanggroe tersebut dan memperhatikan masukan-masukan yang ada. pemerintah juga harus memperhatikan potensi konflik yang berasal dari polemik qanun ini yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok pemekaran provinsi baru seperti aceh leuser antara (ala) dan aceh barat selatan (abas). karena jika tidak diberi perhatian serius, hal ini bisa menjadi pemicu disintegrasi suku di provinsi aceh. kata kunci: qanun, wali nanggroe, konflik, perpecahan, suku

Pengarang tidak dapat memberikan Full Text secara langsung, untuk mendapatkan full text silahkan mengisi Form LSS di bawah.

Literature Searching Service



Tulisan yang relevan

STUDI KOMPARASI PERAN MAJELIS ADAT ACEH DENGAN LEMBAGA WALI NANGGROE (winda zulkarnaini, 2015) ,

POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM KEBERAGAMAN SUKU DI DAERAH PERBATASAN PROVINSI ACEH(STUDI PADA SUKU SINGKIL DENGAN SUKU PENDATANG DI KECAMATAN SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM) (Khusnul Khatimah, 2018) ,

PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK PNA (STUDI KASUS: KONFLIK INTERNAL PERGANTIAN KETUA UMUM PARTAI) (Riska Ajuk, 2020) ,


Kembali ke halaman sebelumnya


Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi