| |
MUKHLIS. KEPASTIAN HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELARANG KETERLIBATAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK SETELAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 51/PUU-XIV/2016. Banda Aceh : Fakultas Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 2019 |
|
AbstrakAbstrak
putusan mahkamah konstitusi nomor 51/puu-xiv/2016 tentang
pencabutan pasal 67 ayat (2) huruf g pada undang-undang nomor 11 tahun
2006 menyangkut pembatasan hak mantan narapidana untuk mencalonkan diri
dalam pemilihan kepala daerah. kemudian muncul undang-undang baru yang
memuat pembatasan hak mantan narapidana yaitu pasal 169 huruf p, pasal 182
huruf g, pasal 240 ayat (1) huruf g undang-undang nomor 7 tahun 2017
tentang pemilihan umum. sehingga menarik untuk dikembangkan lebih lanjut
menyangkut kepastian hukum terhadap pasal-pasal yang memuat pembatasan hak
mantan narapidana tersebut dengan cara mengkaji putusan mahkamah konstitusi
merupakan perintah atau larangan yang setingkat keberadaannya dengan
perundang-undangan atau tidak dan menganalisis kekuatan putusan mahkamah
konstistusi mempengaruhi perundang-undangan lain secara keseluruhan.
tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalis putusan
mahkamah konstitusi merupakan perintah atau larangan yang
Baca Juga : KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DALAM MELAKUKAN UJI MATERI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MEMUAT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA (SUHARDIN, 2019) ,
Baca Juga : KEKUATAN HUKUM SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (RIDHA SYAHFUTRA, 2016) , tingkat keberadaannya dengan perundang-undangan atau tidak dan menganalisis kekuatan putusan mahkamah konstistusi mempengaruhi perundang-undangan lain secara keseluruhan serta perwujudan harmonisasi dan kepastian hukum antara sesama undang-undang juga putusan mahkamah konstitusi. metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif. penelitian yang mencakup asas-asas hukum, sistematika hukum, sejarah hukum dan taraf sinkronisasi hukum. sumber data yang digunakan adalah data skunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer, skunder, tersier, serta informasi dari para ahli akan dianalisis dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan mahkamah konstitusi merupakan aturan yang memiliki derajat setingkat dengan perundang-undangan untuk dilaksanakan. karena antara keduanya bisa saling mencabut keberlakuannya. namun dari kepastian hukum putusan mahkamah konstitusi lebih tinggi daripada undang-undang, karena sifat putusan mahkamah konstitusibersifat final dan mengikat terhadap putusan mahkamah konstitusi berikutnya. dikaitkan dengan putusan mahkamah konstitusi nomor 51/puu-xiv/2016 dan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum jelas bahwa putusan mahkamah konstitusi tersebut tidak diindahkan dalam pembentukan perundang-undangan. meskipun putusan mk tersebut bersifat khusus, namun bentuk putusannya akan selalu diikuti oleh hakim konstitusi berikutnya. sehingga memungkinkan pembatasan mantan narapidana yang tercantum pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tidak memilki kekuatan hukum dan kepastian hukum. sifat final dan mengikat yang berada pada putusan mahkamah konstitusi sudah sangat jelas bahwa putusan mahkamah konstitusi sangat bisa mempengaruhi semua undang-undang. terutama undang-undang yang mengatur prihal yang sama dengan kasus yang sudah memilki putusan mahkamah konstitusi. hakim mahkamah konstitusi hanya mengikuti putusan mahkmah konstitusi sebelumnya. sehingga undang-undang yang memuat prihal yang sama dipastikan tidak memiliki kepastian hukum. sehingga dengan dasar ini dapat dimengerti bahwa setiap perundang-undangan yang memuat pelarangan mantan narapidana untuk menjadi pejabat publik tentu harus direvisi. disarankan adanya suatu aturan hukum yang mempertegas teknis implementasi putusan mahkamah konstitusi dalam pembentukan perundang-undangan. tersedianya suatu wadah pengujian kembali terhadap putusan mahkamah konstitusi. sehingga setiap putusan yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dapat diajukan peninjauan kembali. misalkan putusan mahkamah konstitusi nomor 51/puu-xiv/2016 yang penulis anggap tidak sessuai lagi dengan kondisi perkembangan pemerintahan indonesia dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik. hal ini tentu terlebih dahulu dengan cara membatasi pemerintahan dari orang-orang yang pernah bermasalah dengan Tulisan yang relevan STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 107PK/PDT/2001 TENTANG PEMBERIAN NAFKAH KEPADA MANTAN ISTRI PASCA PERCERAIAN (SEPTIAMAULI JODA, 2016) ,SINKRONISASI SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7/2014 DALAM KAITANNYA DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 (Riki Yuniagara, 2017) , STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR (RIZKI RYAN OCTA, 2016) , |
|
|
Kembali ke halaman sebelumnya
Terkini
PROSPEK EKSPOR KOPI ARABIKA ORGANIK BERSERTIFIKAT DI KABUPATEN ACEH TENGAH |
ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH IRIGASI DAN PADI SAWAH TADAH HUJAN BERDASARKAN STATUS PENGUASAAN LAHAN DI KECAMATAN KUTA COT GLIE KABUPATEN ACEH BESAR |
KAJIAN PEMASARAN DAN KEUNTUNGAN PETANI KACANG TANAH DI KECAMATAN DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR |
STUDI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI DATARAN TINGGI (KASUS DESA URING KECAMATAN BUKIT KABUPATEN BENER MERIAH) |
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TEMBAKAU DI KECAMATAN BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA |