Intan Munirah. MEKANISME PEMBAYARAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala, 2017

Abstrak

Mekanisme pembayaran pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi intan munirah* mohd.din** efendi*** abstraks pasal 18 ayat (2) undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menegaskan bahwa jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b paling lama waktu 1(satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, selanjutnya pada ayat (3) disebutkan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. namun pada

Baca Juga : MEKANISME PEMBAYARAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Intan Munirah, 2017) ,

Baca Juga : PENERAPAN UANG PENGGANTI SEBAGAI PIDANA TAMBAHAN TERHADAP TERPIDANA KORUPSI (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI/TIPIKOR BANDA ACEH ) (TARI ENDAH GUNTARI, 2016) ,

nyataannya pembayaran uang pengganti tersebut dilakukan secara mencicil dan melebihi jangka waktu 1(satu) bulan, dan penerapan subsider berupa pidana penjara terhadap uang pengganti pada kenyataannya menghambat pengembalian kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. penelitin ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengkaji mekanisme pembayaran uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi, penentuan besaran kerugian negara terkait dengan pembayaran uang pengganti dan hambatan-hambatan dalam eksekusi pembayaran uang pengganti. metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan sumber data lapangan sebagai data primer dan juga menggunakan buku-buku, peraturan perundang-undangan sebagai data sekunder. dari penelitian ditemukan bahwa mekanisme pembayaran uang pengganti tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang tindak pidana korupsi yaitu jangka waktu untuk pembayaran melebihi jangka waktu 1(satu) bulan dan pembayar dibenarkan dengan mencicil, selama kurun waktu tujuh tahun terakhir jumlah terpidana yang membayar uang pengganti lebih sedikit dibandingkan yang memilih menjalani hukum hukuman subsidernya, sehingga pengembalian kerugian negara tidak mencapai titik maksimal, berikutnya dalam penentuan besaran kerugian negara auditor mengacu pada identifikasi transaksi saja dalam penentun kerugian sedangkan kerugian negara yang tercantum dalam putusan juga menjadi dasar diketahuinya jumlah pidana uang pengganti berdasarkan hasil audit dan bukti-bukti yang muncul saat persidangan berlangsung,dan dalam pertanggungjawabannya terdapat perbedaan konsep antara eksekutor dan auditor, dimana eksekutor mengenal hukuman subsider sebagai alternatif karena tidak membayar uang pengganti baik sebagian maupun seutuhnya, sedangkan auditor menuntut pertanggungjawaban dari kerugian negara dengan membayar sejumlah kerugian saja dan tidak mengenal adanya subsider, dan terdapat pula hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembayaran uang pengganti muncul dari narapidana yang sebagian tidak segera membayar uang pengganti, barang bukti yang disita bukan jenis benda yang bisa diuangkan, sulitnya penelusuran harta benda terpidana yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi, kapasitas jaksa eksekutor yang masih kurang dan kendala pada proses pelelangan barang sitaan yang tidak mencapai harga taksiran. disarankan kepada eksekutif dan legislatif agar pada pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu terkait dengan pembayaran uang pengganti untuk direvisi berikut juga dengan penyelarasan konsep dalam penentuan besaran kerugian negara termasuk dalam hal pertanggungjawabannya perlu dibentuk guna tercipta sinkronisasi hukum dan disarankan kepada jaksa agung muda pembinaan (jambin) untuk dilakukan pelatihan untuk meningkatkan sumberdaya manusia serta profesionalitas eksekutor dengan muatan materi yang dapat meningkatkan profesionalitas kerja dengan keilmuan dan kesadaran moral. kata kunci : tindak pidana korupsi, uang pengganti, kerugian

Tulisan yang relevan

PENERAPAN PIDANA DENDA PENGGANTI KURUNGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI BANDA ACEH) (Rini Mihartika, 2017) ,

UPAYA KEJAKSAAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BANDA ACEH) (Alfi Anzista, 2016) ,

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI (SUATU PENELITIAN DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) (CUT NABILA RIAVINOLA, 2020) ,


Kembali ke halaman sebelumnya


Pencarian

Advance



Jenis Akses


Tahun Terbit

   

Program Studi